Sinopsis Ashoka Samrat episode 274 bag 2 by Kusuma
Rasmana. Sambil mengepalkan
tinju keatas, Ashoka berseru, "Jay Janani!", disambut pekikan yang sama dari
warga Takhsashila di halaman. Dharma yang berdiri dibelakangnya tersenyum, dia
teringat ucapan Acharya Chanakya yang mengatakan ini adalah takdir Ashoka. "Hari
ini aku baru mengerti kebenaran ucapanmu, Guru", batin Dharma. Acharya juga
sumringah, dia memegang pundak Ashoka dan berujar,"Pekikan harus diperkuat
sehingga terdengar sampai telinga musuh!". Ashoka pun sekali lagi berseru
keras,"Jay Janani!", disambut oleh para warga menyerukan pekik yang sama dengan
sekuat-kuatnya. Dan benar, pekikan itu terdengar hingga di ruang sidang istana
Takhsashila yang sedang dihadirioleh para pendukung Kichak. Kichaka semakin
marah mendengar pekikan yang terdengar samar itu. Dharma dalam senyumnya
berguman,"Yang mulia, anda akan sangat bangga kepada putramu hari ini. Dia telah
memenangkan hati rakyat Takhsashila didepan hidung musuhnya".
Di istana Magadha, Pattaliputra, Raja Bindushara menyentuh
pedang Chandragupta yang terpajang diruangan itu sambil teringat kepada Ashoka,
terkenang saat Ashoka menerima pedang itu dan janji Ashoka akan membela tanah
airnya. Ibu suri datang ke ruangan itu, dia berusaha menghibur raja. Namun tanpa
disadari oleh raja, Rani Charumitra dan Sushima yang dalam penyamaran menguping
dibalik pintu.
"Sebagai seorang Samrat yang juga seorang ayah, maka sesekali anda harus berfikir sebagai seorang ayah juga. Namun Kepentingan raja harus dimenangkan jika saat bersamaan ada benturan antara kepentingan ayah dan raja. Jika kita tidak melaksanakan suatu ritual tepat waktu, maka ritual itu akan kehilangan makna. Seperti Sri Rama yang menyerah atas kemauan istrinya Dewi Sita saat mengambil keputusan memburu si kijang emas. Anda harus melupakan hal yang tidak perlu, dan sadar bahwa hidup berjalan terus. Anda memegang tanggungjawab terhadap anak-anak anda, dan juga warga Magadha", kata Helena memberikan saran.
Bindushara setuju dengan pendapat itu. "Sebagai seorang ayah, aku tak akan melupakan Ashoka, Namun sebagai raja, aku harus segera mengumumkan Sushima sebagai pewaris tahta", kata raja Bindushara. Helena yang menahan gejolak mendengar ucapan raja, hanya berujar,"semoga Tuhan merestui keputusan itu. Anda telah mengambil keputusan yang benar. Anda akan memenuhi harapan para warga kerajaan bagaimanapun jalannya", demikian Helena berkata sambil menyembunyikan mimik wajahnya yang licik.
Di balkon biara Wiswawidyalaya, Takhsashila, Ashoka, Acharya
dan Dharma masih berada di tempat itu. Ashoka memanggil Dharma dengan sebutan
Mata (Ibu atau ibunda). "Ibu, aku merasa lapar", kata Ashoka dengan sedih lebih
karena kangen kepada ibunya. tapi tanpa setahu Ashoka, selendang penutup kepala
Dharma tertiup angin. Buru-buru Dharma membetulkannya sehingga Ashoka yang
menoleh tidak sempat melihat wajah Dharma. Dharma pun pergi ke ruangan dalam
untuk mengambilkan sesuatu buat Ashoka. Ashoka merasa sedih karena sadar
perempuan itu bukan ibunya. Melihat itu Acharya Dewaratha menuntun Ashoka yang
berjalan tertatih masuk ke ruang dalam biara.
Di istana Magadha, Pattaliputra, Pangeran Siamak mempertanyakan
tindakan neneknya, Ibu suri Helena. "Mengapa ibu suri menyarankan ayah
memutuskan Sushima sebagai pewaris?". Helena menjawab, "adalah sangat penting
bagimu menjadi samrat, maka musuh-musuhmu harus disingkirkan lwbih dulu dari
jalanmu". Namun Siamak tetap bingung dengan alasan itu.
"Adalah sangat sulit menyingkirkan Ashoka dari tahta karena warga kerajaan mencintainya. Kedua kakakmu itu berebut satu sama lain untuk memperoleh tahta itu. Sekarang Ashoka sudah tersingkir dari jalan tahta kita, kita akan menyingkirkan Sushima juga atas bantuan dari ayahku. Samrat akan tidak punya pilihan kecuali menobatkanmu", kata Helena memberi penjelasan dengan tersenyum, Siamak pun senang mendengarnya.