Sinopsis Ashoka Samrat episode 383 bag 2

Sinopsis Ashoka Samrat episode 383 bag 2  by Kusuma Rasmana.  Malam hari, di suatu tempat, Nirankush yang kedua tangannya sedang terikat tali digiring oleh tiga prajurit dan dibawa ke ruangan seperti gua yang tertutup namun agak terang karena cahaya dari beberapa obor di dinding gua berbatu.
Nirankush kaget dan takut melihat seekor Elang besar yang bertengger diatas dinding batu. Dia lalu melihat lelaki berperawakan sedang dengan pedang panjang muncul dari arah depan dan berdiri diantara dua pilar dinding dan tempatnya agak tinggi. Melihat lelaki berpedang yang tampaknya penguasa di tempat itu, Nirankush lalu menunjukkan gulungan surat ditangannya kepada pria itu. Pria berpedang yang bernama Wirata itu tidak perlu repot mengambil surat dari tangan Nirankush. Wirata hanya menoleh kepada Elang raksasa dan burung besar itu secepat kilat menyambar gulungan surat dari tangan Nirankush yang membuatnya terkejut dan takut. Burung itu lalu memberikan surat itu kepada tuannya (Wirata). Kejadian itu membuat Nirankush takjub sekaigus takut.

Wirata membuka gulungan surat itu dan membacanya dalam hati, setelah itu surat dicampakkan begitu saja.


Wirata berkata, "Aku ucapkan selamat datang di duniaku, Nirankush. Kau akan melihat mimpi-mimpi dengan tinggal di sini, tapi kau akan hidup seperti seolah-olah kau akan mati hari ini!".
Nirankush terlihat bingung dengan ucapan Wirata, namun Wirata hanya tersenyum.
"Kau tak mengerti? Nanti Kau akan memahami maksudku", kata Wirata dengan tertawa kecil.
Di istana Pattaliputra, di ruangannya, Ashoka sedang tidur nyenyak di pembaringannya. Siamak mengintip ke ruangan itu secara diam-diam sambil memastikan Ashoka sudah tidur. Siamak lalu melewati koridor dalam yang penuh beberapa prajurit sedang berjaga.

Siamak berkata memberi perintah kepada para prajurit, "Kalian semua agar memeriksa keamanan di gerbang belakang".
Para prajurit pun bergegas menuju tempat yang diperintahkan. Setelah memastikan tidak ada yang melihat, Siamak membuka pintu rahasia dengan memutar ukiran penghias dinding yang ada di depannya. Pintu rahasia terbuka, Sushima melangkah keluar dari pintu itu.
"Apakah Ashoka tidak tahu atau tidak ada orang yang mencurigakan?", tanya Sushima. Siamak membenarkan bahwa Ashoka sedang tidur dan tidak ada yang melihat mereka.

Sushima lalu menuntun tangan Helena yang juga keluar dari pintu rahasia itu. Helena telah menutupi dirinya dengan kain lebar agar tidak ada yang mengenalinya. "Cepat tutup pintu itu!", perintah Sushima sambil matanya melihat kesana kemari. Siamak segera memutar patung orang berkuda dekat pintu dan membuat pintu rahasia tertutup lagi dan tampak seperti dinding biasa.
Helena berkata pelan, "Aku merasa seolah-olah kalian berdua membawaku kematianku. Jika Ashoka sampai tahu ini, maka ini takan berakibat tidak baik".
Siamak menjawab dalam gumanan, "Aku tidak tahu apa lagi yang tersisa untuk kita awasi".
Kedua pangeran itu lalu menuntun Helena yang berjalan terbungkuk entah karena membawa barang bawaan atau karena usianya yang tua.

"Siamak, beritahukan kepadaku, apakah kau memiliki beberapa keinginan lain? Aku akan memenuhinya", suara Ashoka terdengar dari arah belakang mereka. Sushima, Siamak dan Helena yang mendengar itu terkejut. Siamak dan Sushima segera menoleh kebelakang, keduanya merasa ketakutan dan melihat Ashoka dengan tegang, namun seperti sepakat keduanya berdiri tegak seolah menutupi Helena yang tidak berani membalikkan badannya.
Ashoka berkata, "Aku tidak mengharapkan ini darimu, Aku memberikan beberapa tugas kepadamu dan kau tidak dapat membantu seorang wanita tua. Lihat bagaimana dia harus membawa barang bawaannya!".

Ashoka mendekati kedua saudaranya yang kelihatan makin panik.
Ashoka bertanya kepada Helena yang terus membelakanginya, "Nyonya, apakah Anda baik-baik saja?".
Helena hanya diam, dia tahu Ashoka akan mengenali suaranya jika dia sampai mengucapkan sesuatu. Helena malah berusaha menutupi wajahnya dengan baik. Sushima berkata, "Kau bicara saja kepadaku, apa yangh kau inginkan?".
Ashoka menjawab, "Aku ingin tahu apa yang kalian berdua lakukan di sini dan pada jam begini".
Sushima menjawab, "Aku akan...", namun suara perempuan memotong kalimat Sushima.

"Aku juga ingin menanyakan pertanyaan yang sama kepadamu, Ashoka!. Apa alasanmu pergi ke ruangan Samrat di malam hari itu. Apa alasanmu mengkhawatirkan Padmawati setiap kali ada yang tidak beres? Apa alasanmu akan semua itu?", bertanya Rani Charumitra yang tiba-tiba datang ke tempat itu dan mendekati Ashoka. Sushima dan Siamak sedikit lega karena ada yang mengalihkan perhatian Ashoka.
"Bicaralah, Ashoka! jangan hanya diam!", kata Charumitra lagi.
Ashoka menjawab, "Aku hanya peduli dengan pertanyaan atau hal yang terkait dengan Gondana. Aku tidak merasa penting untuk menjawab pertanyaan Anda".

Ashoka segera berbalik dan pergi dari koridor itu. Keempat orang yang masih di koridor, yaitu Siamak, Charumitra, Sushima dan Helena yang menutupi dirinya, segera pergi bergegas dari tempat itu. Ashoka sempat melirik keempat orang itu sebelum berbelok ke kiri mengikuti arah koridor.
Di sebuah ruangan, keempat orang tadi tiba di ruangan itu. Helena segera membuka kain kerudung yang menutupinya dan merasa lega. Sushima berkata, "Aku minta Mahamatya untuk menjaga Rajmata kita disini. Ini adalah tempat yang paling aman hingga masalah ini berangsur tenang. Tidak ada yang boleh datang ke sini tanpa seizinku!".
Mahamatya mengangguk mendengar perintah itu.

Mahamatya berkata kepada Helena, "Semuanya telah diatur untuk Anda, Rajmata. Beritahu aku jika Anda membutuhkan sesuatu. Dan kumohon Anda jangan sesekali pergi keluar sendirian". Helena hanya menggut-manggut bertingkah polos.
Sushima berkata, "Mahamatya, Kau juga harus mengingatkan Samrat untuk melakukan puja bagi jiwa Rajmata agar tenang di alam kematian. Hal ini penting untuk memastikan bahwa Rajmata sudah meninggal dan tidak ada yang curiga Rajmata masih hidup dan ada disini".
Keempat orang yang mendengarnya yang sebelumnya terperangah malah tersenyum karena usul Sushima. Mahamatya menggangguk menyanggupi.

Di ruangan keluarga, Bindushara dengan sangat manis berusaha meminumkan Kaadha kepada Witthasoka. Witthasoka berusaha menolak Kaadha yang rasanya pahit itu, namun Bindushara meyakinkannya. Witthasoka akhirnya minum Kaadha itu dengan terpaksa, diiringi hitungan waktu oleh ayahnya. Ashoka yang muncul di pintu, merasa senang melihat keakraban ayah dan adiknya. Dia tidak ingin mengganggu mereka dan segera pergi. Bindushara senang walaupun putranya tidak sanggup menghabiskan ramuan dalam mangkuk kecil itu. Witthasoka hanya meminum lebih dari setengah dari isi mangkuknya, Bindushara segera memberikan mangkuk Kaadha kepada pelayan.

Mahamatya yang akan menemui samrat, menghentikan langkahnya saat melihat keakraban Bindushara dan putra bungsu Dharma itu dari arah pintu. Bindushara segera memberikan hadiah bagi Witthasoka setelah mau minum Kaadha. Witthasoka merasa senang atas hadiah mainan kuda berroda yang diberikan oleh ayahnya.
"Bagus sekali!", kata Witthasoka lalu memeluk ayahnya dengan erat.
Mahamatya segera melangkah mendekati Bindushara saat dia melihatnya berdiri di pintu.

Bindushara bertanya, "Ada apa sehingga kau datang untuk berbicara denganku malam-malam begini, Mahamatya?".
Mahamatya menjelaskan gagasan Sushima kepada Bindushara. "Aku hanya ingin mengusulkan agar dilakukan puja persembahan kepada arwah Rajmata, Samrat, karena...", kalimat Mahamatya berhenti karena ucapan samrat.
"Itu tidak dilakukan dalam 10 tahun ini, Mahamatya. Bagaimana pendapatmu tentang itu sekarang?", tanya Bindushara.
Mahamatya menjawab, "Samrat, beberapa saat lagi akan dilakukan pernikahan bagi dua pangeran. Puja itu penting dilaksanakan untuk kedamaian jiwa Rajmata. Dia mungkin berkeliaran di suatu tempat disini dan dalam bentuk hantu, yang mungkin bisa mengganggu ritual pernikahan itu".

Witthasoka kaget dan merasa takut karena ucapan Mahamatya tentang hantu dari arwah orang yang sudah meninggal. Dia yang sebelumnya bermain kuda-kudaan berroda hadiahnya di lantai ruangan itu segera berlari keluar.
Bindushara berkata, "Kau menyebut arwah, hantu segala..itu hanya takhayul omong kosong, Mahamatya. Aku tidak punya waktu membahas hal begini. Helena adalah seorang pengkhianat! Aku tidak akan menghormati pengkhianat dengan melakukan puja untuknya. Kau boleh pergi jika tidak ada hal yang penting lagi untuk dibicarakan".
Samrat berkata mengusir Mahamatya dari ruangan itu. Mahamatya segera menghormat dan segera pergi dari ruangan itu.
Helena melangkah di ruangannya, dia yang biasanya memakai pakaian panjang terusan khas Yunani, kali ini dia berpakaian seperti pelayan istana.

"Disini aku berharap bisa tenang dan tidur dengan nyenyak", gumannya yang segera merebahkan diri di pembaringan itu. Namun suara roda yang menggelinding di lantai koridor di luar ruangan itu membuat dia terganggu. Suara itu berasal mainan Witthasoka yang berbentuk kuda yang berroda pada kaki-kakinya. Witthasoka terus bermain di koridor itu dengan mendorong mainannya. Kuda mainan itu pun meluncur setelah di dorong dan berhenti setelah daya dorongnya habis atau menabrak sesuatu. Sekali lagi Witthasoka mendorong mainan kuda itu, kuda berroda itu meluncur lalu berbelok masuk ke ruangan yang dipakai Helena. Witthasoka yang mengejar mainannya kaget melihat orang tua tak dikenal yang mungkin bertampang seram baginya ada di ruangan itu. Helena yang melihat bocah yang merupakan putra bungsu Dharma kaget karena ada orang yang mengetahui keberadaannya yang mestinya rahasia itu. Keduanya, Helena dan Witthasoka melihat satu sama lain.


CUPLIKAN : Di depan Samrat, para pangeran, para putri dan anggota keluarga istana lain, Witthasoka menegaskan, "Aku tidak berbohong! Dia ada di sini". Charumitra, Mahamatya, Sushima dan Siamak kaget. Bindushara segera pergi bersama Witthasoka untuk melihat tempat atau ruangan yang disebut oleh Witthasoka. Sementara Helena dengan panik segera mencari tempat untuk bersembunyi.

PREV  1  2  NEXT
Bagikan :
Back To Top