Sinopsis Ashoka Samrat episode 287 bag 2 by
Kusuma
Rasmana. Samrat Bindushara berkata kepada para
hadirin di ruang sidang tentang alasan mengadakan acara pertemuan kali ini.
Samrat meminta Ashoka agar mendekat saat melihat Ashoka akan menuju kursinya.
Ashoka pun mendekat dan raja memeluknya dengan gembira, raja menjelaskan tentang
keberanian, kekuatan dan kepatuhan Ashoka. Melihat pelukan ayah dan anak itu
beberapa orang terharu namun ada juga yang tidak bahagia. Samrat Bindushara
memberikan pedang Chandragupta yang diterima Ashoka dengan membungkuk
menghormat. "Ini memang milikmu, namun setelah kemenangan atas Takhsashila, kau
telah membuktikan kau memang pantas memilikinya. Kau bisa berhasil tanpa pasukan
dan itu membuat kami sangat bangga".
Ashoka berkata, "ada seseorang dalam
pertemuan ini yang ikut berkontribusi atas keberhasilan itu, Ayah. Dia adalah
adikku, pangeran Drupada". Drupada yang duduk dikursinya terkejut mendengar
namanya disebut. "Aku? Apa yang telah aku lakukan?", tanya Drupada. Ashoka
berkata,"Kau telah merawat kamarku". Menoleh kepada Samrat dia berkata," dia
merawat ibunya dan percaya bahwa kakaknya akan kembali hidup. Sangat jarang,
masa kini seorang saudara berharap dan berdoa bagi keselamatan saudara lainnya".
Kata-kata Ashoka seperti menyindir seseorang. "Aku tidak dapat menunjukkan
kebahagianku dengan cara lebih, tapi terimalah surat ini sebagai cara sayang dan
terimakasihku kepadamu", katanya kepada Drupada. Drupada pun mendekat menerima
surat yang dimasukkan tempat khusus itu dengan gembira. Bindushara
manggut-manggut membenarkan Ashoka. "Kau pantas mendapat hadiah", kata Samrat.
Drupada menjawab,"tidak baik melakukan ini terburu-buru. Aku tentu saja akan
mengikuti cara ini dan meminta hadiah". Ashoka berkata, "ya, coba kau pikirkan
dulu, aku akan membantumu". Drupada tersenyum dan kembali ke kursinya.
Samrat Bindushara berkata Ashoka,"bukan hanya Drupada, kau pun pantas menerima hadiah hari ini. Mintalah sesuatu hari ini. Aku akan memenuhi permintaanmu". Ashoka menatap ayahnya setelah mendengar itu, sementara Sushima, Charumitra, Helena, Khalatak mendadak tegang. Radhagupta yang berdiri ditempatnya berharap Ashoka meminta hal yang tepat dengan tujuan besar itu disaat yang tepat ini.
Ashoka berkata sambil menatap ayahnya, "inilah permintaanku,
Ayahanda, Aku ingin Ayah menjadikan aku sebagai pewaris singgasana Magadha".
Bindushara terkejut mendengar permitaan itu, sementara para hadirin yang lain
terkejut dengan alasan berbeda-beda. Rani Dharma pun terkejut karena tak
menyangka Ashoka mengajukan permintaan itu. Radhagupta sangat sumringah
mendengar permintaan itu.
"Apa katamu?", tanya Bindushara. Ashoka menjawab, "Jadikan aku pewaris tahta Magadha, hanya ini cara untuk memenuhi impian guru Chanakya yang belum tercapai".
Sushima yang dari tadi berdiri, tertawa namun dengan muka merah menahan marah. Susima mendekat, "Kau telah kehilangan ingatanmu karena mabuk kemenangan", katanya. "Kau telah menang atas Takhsashila namun itu tidak berarti kau layak menjadi penguasa Magadha", kata Sushima lagi. Namun Ashoka beralasan permintaan itu adalah demi melaksanakan tanggungjawabnya. Sushima malah menyebut itu hanya alasan ketamakan Ashoka. Ashoka melangkah mendekati Sushima, "kau benar, Kak", katanya setuju pendapat Sushima, "Aku memang serakah dalam peduli dengan nasib para warga kerajaan dan tamak dalam mengorbankan hidupku demi tanah air, dalam menanamkan kekuatan dan kemampuan setiap orang di India dalam melawan kejahatan. Aku tamak ingin mewujudkan mimpi Acharya yang ingin menyatukan tanah India. Karena aku yakin, itu semua seperti sesosok tubuh. Kita semua bekerja sama untuk bergerak. Dan tujuan dari semua itu adalah membawa kedamaian di dunia (wiswa santih). Kita tidak berpikir untuk diri kita saja, tapi demi sebuah bangsa. Tidak ada yang bisa merongrong baik musuh dari dalam dan dari luar bila bisa mewujudkan itu. Aku memang serakah akan semua itu!". Ashoka berkata berapi-api di depan Sushima. Semua tegang mendengarkan kata-kata Ashoka, Drupada bertepuk tangan senang dan kagum.
Sushima yang diam mendengar kata-kata Ashoka memenuhi ruang
sidang, hanya berkata, "hanya anak kecil yang kagum dengan pidatomu itu". "Kau
bisa melakukan semua ini dengan menjadi Upa-Raja (wakil raja) atau senapati
(panglima)", kata Sushima lagi. Namun Ashoka berkilah,"untuk mewujudkan semua
impian menyatukan tanah India, maka seseorang harus memiliki kekuasaan membuat
keputusan". Sushima menjawab dengan marah, matanya memerah. "Apakah kau tidak
merasa malu merebut apa yang menjadi hakku selama ini? Aku selalu berdoa bagimu
agar bisa menjadi Upa-Raja dan kau melakukan ini kepadaku? Kau memang benar soal
saudara yang menyakiti saudara lainnya. Kau memang bukan saudaraku!", kata
Susima menggelegar.
Samrat Bindushara minta agar Sushima menghentikan
kata-katanya. "Kau telah melampaui batas!", kata Samrat. Namun Sushima menjawab
permintaan Samrat dengan kesal dan marah. "Apakah ayah ingin adikku ini merebut
apa yang menjadi hakku? Hanya putra tertualah yang punya hak duduk diatas tahta.
Seperti tahta Ayodhyapura yang memiliki pangeran Rama dan Bharata, hanya
Rama-lah yang berhak mewarisi tahta Ayodhyapura, dan bukan Bharata". Samrat
menjawab,"Benar, namun memang hanya Rama yang layak duduk di singgasana Ayodhya.
Dan Ashoka juga telah membuktikan kelayakannya". Namun Sushima tidak percaya
semua itu. "Ayah telah merebut hakku dan membandingkan aku dengan Ashoka? Aku
tidak bisa dibandingkan dengan Ashoka. Aku tidak peduli apa yang dipikirkan oleh
semua yang hadir disini. Aku hanya akan bertanya kepada ayah sebuah pertanyaan
yang mana setiap orang sebenarnya ingin mengatakannya, namun tidak punya
keberanian untuk mengungkapkan itu! Bagaimana seorang Dassi-putra (anak pelayan)
bisa duduk di singgasana Magadha?", tanya Sushima sambil menuding ke arah
Ashoka. Bindushara marah mendengarnya. Sinopsis Ashoka Samrat episode
288
CUPLIKAN : Bindushara menampar Sushima di
ruang persidangan istana, Charumitra dan para hadirin lainnya terkejut atas
kejadian itu, sedangkan Ashoka tampak marah atas penghinaan kakaknya. Bindushara
mengumumkan Ashoka sebagai pewaris tahta Magadha.