Sinopsis Ashoka Samrat episode 287 by Kusuma
Rasmana. Di istana raja Magadha, Pattaliputra,
Ashoka sedang mengunjungi ruangan Chanakya yang sudah lama ditinggalkan oleh
pemiliknya yang sudah meninggal. Ashoka terlebih dulu menyentuh lantai kamar
sebagai salam kepada gurunya Chanakya sebelum masuk ke ruangan itu. Dia
memikirkan Acharya Chanakya seakan gurunya hadir di ruangan itu. Ada banyak
barang kenangan guru di setiap sudut ruangan itu. Ashoka juga terbayang kembali
kata-kata terakhir Acharya Chanakya tentang visi dan mimpi sang guru yang ingin
menyatukan tanah India melalui Ashoka. Ashoka mendekati sepasang terompah
(sandal kayu) Chanakya yang diletakkan tertata ditengah ruangan itu. Dia pun
bertimpuh menyentuh terompah itu seakan menyentuh kaki gurunya meminta restu
dengan mata berkaca-kaca. Ashoka mengingat saat pertama kali bertemu sang guru
Chanakya,
Ashoka menyebut dirinya sebagai Samrat Ashoka. "Anda telah mengubah
Wanraj (Raja Hutan) Ashoka menjadi Samrat (kaisar/raja agung) Ashoka. Anda telah
membantu ibuku mendapatkan haknya. Yang paling penting, anda telah mengajarkan
aku agar berjuang demi orang lain, melindungi para warga kerajaan beserta
hak-hak mereka. Anda telah membuat aku memahami dharma(kewajiban)-ku disini, di
Magadha. Anda tidak pernah menyerah saat aku berontak menentang anda. Aku tidak
akan pernah bisa membalas apa yang aku dapatkan dari anda", kata Ashoka yang
larut dalam perasaannya, sementara kata-kata terakhir gurunya terus bergema
dibenaknya, apalagi saat kematian gurunya itu yang menurutnya adalah pembunuhan,
hatinya menjadi marah.
Radhagupta yang sejak tadi memperhatikan Ashoka, berkata,
"Apakah kau sedang mengingat sesuatu?". Ashoka membantahnya, "aku tidak pernah
mengampuni mereka dan tidak akan pernah. Aku akan menjadi Chakrawarti (raja
agung, Maharaja Diraja) dan mewujudkan mimpi dari Acharya", katanya berapi-api.
Radhagupta berkata kepada Ashoka tentang keputusan Samrat yang akan menjadikan
Sushima sebagai pewaris tahta Magadha. "Acara ritual penobatan itu hampir
selesai ketika kabar mengejutkan diterima Samrat bahwa kau masih hidup.
Segalanya hampir selesai, dan kau tahu betapa canggung dan salahnya semua ritual
itu. Kau harus bertindak cepat. Bangunlah sekarang dan minta kepada Samrat agar
mengumumkan kau sendiri yang menjadi pewarisnya. Seluruh Magadha sedang
menantikan hal ini sejak lama", kata Radhagupta menjelaskan.
Di ruang sidang istana, Sushima berkata raja, "kita seharusnya
tidak menunggu lagi. Kita semua tahu, sidang pertemuan ini diadakan untuk
mengumumkan aku sebagai pewaris singgasana. Mengapa harus menunggu Ashoka hadir
disini? Umumkan saja dia sebagai Upa-Raja (wakil raja). Kami berdua akan membuat
Magadha semakin kuat". Namun Samrat Bindushara hanya diam tidak menanggapi, yang
membuat Sushima, Charumitra, Dharma dan lainnya bingung saling berpandangan.
Di ruangan Chanakya, Ashoka bangkit mendekati Radhagupta. Dia
berkata, "ini adalah keputusan ayahanda raja, bagaimana bisa aku harus
memintanya? Beliau akan memilih orang yang dianggap layak dengan jabatan itu".
Namun Radhagupta menjawab, "Beliau memang orang baik, namun kebaikan dasar
beliau itu malah membuat beliau mempunyai banyak musuh. Beliau sangat mudah
dipengaruhi secara emosi dengan cepat. Sekarang kau sudah kembali, pangeran
Sushima pasti sudah melakukan sesuatu agar mempercepat keputusan sidang agar
memilih dirinya".
Di ruang sidang istana, Sushima yang merasa heran, bertanya
kepada peserta yang hadir, "mengapa tidak seorang pun mengatakan sesuatu?".
Namun semua yang hadir termasuk Samrat Bindushara hanya diam membisu.
Di ruangan Chanakya, Ashoka bertanya, "bagaimana aku bisa
meminta kepada ayahanda agar menjadikan aku sebagai pewarisnya? Ini secara total
adalah keputusan ayah!". Radhagupta menjawab dengan nada tinggi,"Aku yakin, jauh
didalam hatimu, kau sebenarnya ingin meminta hak itu kepada Samrat dengan tujuan
lebih besar. Semoga seluruh Magadha tidak harus membayar mahal atas keputusan
itu. Ambil keputusan itu sebagai tugasmu. Para warga menaruh harapan besar
darimu. Bila kau sampai menundanya hari ini, maka kau akan bertanggungjawab atas
apa yang terjadi selanjutnya". Radhagupta terus meyakinkan Ashoka agar meminta
hak pewaris (putra mahkota) dari Samrat Bindushara.
Di ruang sidang istana, Sushima terus meminta kepada ayahnya
agar melanjutkan ritual penobatan yang sempat tertunda itu. "Berikan perintah
untuk acara Rajya-Abhiseka (penobatan kerajaan) bagiku". Namun Bindushara
berpendirian ingin menangguhkan sejenak. "Aku sedang memikirkan kembali setelah
mempertimbangkan atas apa yang terjadi belakangan ini". Kata-kata raja kali ini
membuat Sushima, Charumitra, Helena, Siamak dan Khalatak ternganga tegang.
Helena yang dari tadi diam, berkata, "acara ritual ini sudah tertunda dan harus
ditangguhkan lagi?". Sushima merasa samrat lebih mementingkan membantu adiknya
daripada menyelesaikan acara abhiseka-nya. Bindushara berkata, "aku tahu
semuanya, Ibu, tapi aku harus melihat dulu lebih dalam, siapa yang layak duduk
ditahta ini". Helena hanya diam mendengarnya. Tepat setelah itu, Ashoka dan
Radhagupta memasuki ruang sidang istana. Keduanya menjadi perhatian raja dan
para hadirin di ruang sidang.