Sinopsis Ashoka Samrat episode 395 by Kusuma
Rasmana. Di sisi benteng istana yang dekat dengan sungai, acara kremasi
bagi jenazah Rajmata Helena sudah selesai. Para kerabat istana, dan para
prajurit sudah meninggalkan tempat itu. Tampak hanya Samrat Bindushara dan
Acharya Radhgupta yang masih di tempat itu. Acharya Radhagupta berkata membela
sikap dan pendirian Ashoka saat di ruang sidang sebelumnya tentang orang istana
yang membela pengkhianat. Demikian juga apa yang dikatakan Kaurwaki memang benar
demi kepentingan Magadha. Tapi Bindushara yang tidak tertarik menyela."Demi
kepentingan Magada... Apa yang dikatakan Ashoka bisa saja benar dan aku terima,
namun Aku tidak suka seorang gadis dari kerajaan lain ikut campur urusan
internal Magadha dan Aku sama sekali tidak ingin melihat gadis itu (Kaurwaki)
lagi!", kata Bindushara yang langsung melangkah pergi meninggalkan Acharya.
Ashoka muncul dan melihatnya dari arah belakang. Dia memandang kepergian Samrat
dengan tatapan tajam.
Di ruangan Kaurwaki, malam hari, Kaurwaki bertanya pada Devi
sambil memegang kedua tangannya. "Devi, mengapa kau menjadi begitu sedih dan
berpikiran hal buruk? Kaulah harapanku sampai sekarang", kata Kaurwaki.
Devi menjawab sambil menangis, "Aku pasti merasakan ini setelah apa yabg terjadi. Samrat tidak bisa melihat apapun. Dia hanya menyalahkanmu. Aku kehilangan harapanku. Aku merasa bahwa kita sudah kalah".
Devi menjawab sambil menangis, "Aku pasti merasakan ini setelah apa yabg terjadi. Samrat tidak bisa melihat apapun. Dia hanya menyalahkanmu. Aku kehilangan harapanku. Aku merasa bahwa kita sudah kalah".
"Dia memang sudah kalah!", kata Anandini muncul di belakang mereka. Devi menoleh dengan pandangan tidak suka. Namun Anandini terus berbicara kepada Devi dan Kaurwaki, "Aku tidak tahu jika dia begitu tak tahu malu. Dia sudah sering dihina disini. Mengapa kau belum pergi juga? Jika bukan kehormatanmu, setidaknya pikirkan tentang kehormatan ayah dan ibumu".
Kaurwaki berkata, "Ayah-ibuku tidak ada hubungan dalam masalah ini".
Anandini menjawab, "Betul, ayah-ibumu tidak ada kaitannya, tapi itu tidak akan mengubah pikiran manapun. Samrat mengerti kebenaranmu. Seorang gadis sepertimu tidak akan pernah bisa menjadi seorang ratu! Sekarang, aku yang akan menikahi Ashoka. Aku akan melihat bagaimana perasaanmu nanti. Aku sangat ingin sekali melihatnya".
Anandini pergi sambil tersenyum penuh kemenangan, tinggal Kaurwaki yang harus menahan perasaannya. Devi yang merasa kesal serasa ingin membalas ucapan angkuh dari Anandini.
Bindushara masuk ke ruangannya dengan bergegas, dia berhenti
sejenak dan segera berbalik akan menutup pintu dari dalam, namun dia melihat
Dharma muncul dan akan ikut masuk ruangan.
"Aku ingin sendiri!", kata Bindushara yang langsung menutup pintu itu. Dharma bengong mendengar ucapan suaminya yang tidak ingin ditemani, dia pun pergi dengan sedih.
"Aku ingin sendiri!", kata Bindushara yang langsung menutup pintu itu. Dharma bengong mendengar ucapan suaminya yang tidak ingin ditemani, dia pun pergi dengan sedih.
Di ruangannya, Siamak duduk sendirian sambil memegang kendi
yang berisi abu jenazah Helena. Dia tampak sedih dengan airmata meleleh
dipipinya.
Lasendra, utusan Yunani yang ada di istana saat itu masuk sambil membawa lampu minyak untuk menerangi ruangan itu yang agak gelap. Siamak menyeka airmatanya, dan tidak menoleh kepada wanita Yunani itu. Lasendra mendekati Siamak dan mengelus dagunya sehingga Siamak mendongak melihatnya. "Jangan sia-siakan pengorbanan Rajmata dengan menangisinya. Kau harus pergi ke Takshashila", kata Lasendra.
Siamak bertanya, "Mengapa Takshsila?"
Lasendra menjelaskan, "Bharatawarsa (India)! Takshashila itu adalah jalan masuk bagi kita para kaum Yunani. Dari Takshashila, kita lanjut ke Magadha, setelah itu tanah Bharata (India) secara lengkap, menuju Akhanda Bharata-nya Ashoka, dan juga Akhanda Bharata-nya Chanakya!".
Siamak berdiri sambil memegang kendi yang berisi abu jenazah itu, dia bersumpah, "Aku tidak akan menumpahkan abu Nenekku ini di sungai sampai aku memenuhi misiku! Sebagai putra Yunani, Putra Justin dan Noor, Aku, Siamak! Akan memastikan pengorbanan ini ditulis dalam sejarah emas! Aku akan mwnulis sebuah sejarah baru dengan duduk di atas tahta Magadha. Aku akan menjadi Samrat! Ashoka akan melihat bagaimana aku akan melakukannya!". Lasendra sumringah mendengar tekad dan sumpah Siamak.
Keesokan harinya, di ruangannya, Ashoka sedang bersama Acharya
melihat kertas yang berisi nama para musuh Magadha dan hubungannya diantara para
musuh itu. Dia menancapkan belati pada nama Helena yang ada dalam daftar itu
sebagai tanda nama itu sudah bisa diabaikan atau dihilangkan.
Acharya Radhagupta berkata, "Kau tidak hanya menghilangkan sebuah nama dari daftar, tapi mengakhiri hubungan mereka yang sangat penting. Helena sangat pintar dan memiliki pikiran yang hebat. Kita sudah benar-benar menghancurkan jasadnya disini, tapi kau harus menghadapi para penerusnya. Setelah ini, apa rencanamu sekarang?".
Acharya Radhagupta berkata, "Kau tidak hanya menghilangkan sebuah nama dari daftar, tapi mengakhiri hubungan mereka yang sangat penting. Helena sangat pintar dan memiliki pikiran yang hebat. Kita sudah benar-benar menghancurkan jasadnya disini, tapi kau harus menghadapi para penerusnya. Setelah ini, apa rencanamu sekarang?".
Ashoka berkata, "Keputusan Siamak untuk pergi ke Takshshila menjadi masalah bagi kita. Dengan membuat keputusan ini, dia telah merencanakan kematiannya sendiri!".
Di sebuah ruangan lain, Sushima sedang berbicara serius dengan
Siamak dan Lasendra. Ucapan dan rencana Siamak membuat Sushima naik pitam. "Apa
kau sudah gila? Bagaimana bisa kau berpikir untuk merampas harta perbendaharaan
istana?", tanya Sushima sengit sambil menuding Siamak.
Siamak balik bertanya, "Lalu bagaimana aku akan balas dendam atas kematian Rajmata? Ashoka baru saja menandai sebuah nama di dalam daftarnya. Dia tidak akan duduk dengan tenang. Dia tidak akan mengampuni siapapun, bahkan dirimu!".
Siamak balik bertanya, "Lalu bagaimana aku akan balas dendam atas kematian Rajmata? Ashoka baru saja menandai sebuah nama di dalam daftarnya. Dia tidak akan duduk dengan tenang. Dia tidak akan mengampuni siapapun, bahkan dirimu!".
Sushima bertanya sengit, "Kau mulai memujinya, apa kau pikir aku takut kepada orang rendahan seperti Ashoka itu?".
Sushima berbicara sambil mengangkat tangannya namun Lasendra memegang tangannya sehingga Sushima terkejut dibuatnya. Lasendra mendekati Sushima dan berkata, "Ini permainan Singgasana, kita harus memakai cara yang cerdas. Menurutku kita bisa mengalahkan Ashoka pada titik kelemahannya".
Sushima agak kikuk karena tangannya masih dipegang oleh Lasendra. Dia bertanya, "Bagaimana kita bisa menghancurkan Ashoka dengan merampas harta perbendaharaan? Bagaimana ini berhubungan?".
Lasendra menjelaskan, "Harta atau uang sangat dibutuhkan! Mereka tidak akan mampu menjalankan kekuasaan Magadha jika mereka tidak memiliki uang. Mereka tidak akan mampu membayar prajurit mereka. Tanpa gaji, prajurit tidak melaksanakannya tugasnya menjaga Magadha, maka pajak kerajaan akan meningkat membebani warga. Mimpi Ashoka tentang Akhanda Bharata akan hancur berkeping-keping! Dia akan disalahkan untuk itu karena dia yang menangani masalah internal istana raja".
Sushima sumringah mendengar usulan itu. "Aku tidak menduganya, rencanamu sungguh cantik. Rencana itu secantik dirimu", kata Sushima memuji Lasendra, namun dia tidak menanggapinya.
Lasendra menoleh kepada Siamak lalu kepada Sushima, dia berkata, "Mari kita bersama-sama. Kita bisa memainkan permainan tahta untuk kalian berdua sehingga kita dapat mengatasi masalah yang bernama Ashoka sekali dan untuk selamanya!".
Lasendra mengulurkan tangan kanannya yang tengadah ke depan, Sushima menyambut uluran tangan itu dengan menutupnya dari atas dengan tangan kirinya. Tangan kanan Siamak mengulur dan menutup tangan Sushima, lalu tangan kiri Lasendra menutup tangan Siamak. Kedua pangeran melirik ke arah Putri Yunani itu. Ketiganya saling menyatukan tangan bersumpah bersama menghadapi Ashoka.
Dharma datang ke ruangan Samrat sambil membawa baki makanan
yang ditutupi kain, namun pintu ruangan itu masih tertutup dan terkunci. Dharma
melihat ke arah pintu, "Aku khawatir karena Samrat belum makan selama 2 hari",
batin Dharma. Dharma bermaksud akan mengetuk pintu namun...
"Berhenti, Dharma!", kata Charumitra yang tiba-tiba datang. "Seseorang membutuhkan ketenangan ketika orang harus membuat sebuah keputusan atau mendengarkan hatinya. Khususnya Rajawamshi yang memiliki tanggung-jawab besar. Ini memang kebiasaanmu yang selalu ikut campur!".
Dharma menjawab, "Bagaimana seorang wanita yang mencintai dan peduli kepada suaminya tidak bisa mengkhawatirkannya. Kau tidak akan mengerti semua ini, karena ini adalah cinta!"
Charumitra membalas, "Bukan cinta, Dharma! Inilah pemikiran seorang pelayan, yang membawakan makanan. Bisakah kau memikirkan hal lain selain cinta dan peduli seperti ini?"
Charumitra terkejut karena tiba-tiba Bindushara membuka pintu. Dharma segera menoleh kepada samrat.
Dharma baru akan berbicara, namun Charumitra mendahuluinya. "Anda harus makan sesuatu, Samrat, Anda belum makan selama 2 hari", kata Charumitra dengan senyum, membuat Dharma terkejut dan heran.
Bindushara berkata, "Tidak perlu! Aku ingin mengumumkan keputusanku tentang gadis yang telah aku pilih untuk anak-anakku di ruang sidang. Minta semua orang untuk datang ke ruang sidang sekarang!". Bindushara masuk kembali ke ruangannya. Kedua istrinya saling berpandangan di depan pintu.