Sinopsis Ashoka Samrat episode 361 by Kusuma
Rasmana. Di tempat Dangal atau arena pertarungan yang biasanya dipakai
berlatih tarung di halaman belakang istana, Ashoka dan Sushima sedang berhadapan
dalam pertarungan pedang. Ashoka mengayunkan pedangnya kepada Sushima tapi
Sushima menahan tangan Ashoka yang memegang pedang. Ashoka terhenyak karena
merasakan sesuatu di lengan kanannya. Sushima menyeringai sambil tetap memegang
lengan lawannya. Dengan sekali sentakan, Sushima memelintir lengan itu ke bawah
disusul dengan serangan pedangnya ke depan Ashoka. Namun Ashoka segera menahan
serangan itu dengan mengunci lengan Sushima. Sehingga membuat Sushima menahan
Ashoka dari belakang. "Kau tidak akan selalu menang, Dasiputra!", kata
Sushima.
Ashoka teringat bagaimana Sushima selalu menghina dia dengan sebutan Dasiputra (anak pelayan) sejak masih remaja, dia juga teringat Sushima yang menendang ibunya saat keluar dari Pattaliputra. Ashoka dengan marah segera mendorong Sushima dan melayangkan tendangan ke arah dadanya, hingga Sushima terdorong mundur. Sushima kembali melakukan serangan.
Agak jauh di luar arena, dibalik pilar, diam-diam Siamak menyaksikan kedua kakaknya bertarung. Dia tampak sumringah menyaksikan pertarungan hidup-mati itu.
Sementara itu Sushima terus menyerang Ashoka dengan sabetan pedangnya. Ashoka hanya bisa menepis dengan pedang atau mengelak dari serangan itu. Sekali waktu setelah serangan pedang Ashoka gagal, tinju Sushima menghantam dadanya hingga Ashoka terdorong selangkah. Kembali serangan pedang Sushima berhasil ditepis oleh pedang Chandragupta, Ashoka melayangkan pukulan beruntun yang menghajar pipi dan menghantam dada Sushima, yang membuat dia terdorong ke belakang.
"Anda benar, Nek (Helena). Mereka berdua bertarung saling membunuh satu sama lain. Lebih bagus lagi jika kedua orang itu mati! Itu merupakan keuntunganku menuju tahta", guman Siamak terus mengintip.
Di arena pertarungan, hantaman Sushima mengenai sasaran, dia menyusul dengan ayunan pedangnya. Ashoka terpaksa menghindar dari serangan pedang panjang itu. Pedang Sushima hanya mengenai guci air di tepi arena dan membuatnya hancur berantakan. Ashoka menyerang dengan pedangnya, namun ditangkis oleh Sushima dengan pedangnya pula, sejenak mereka saling menahan pedang. Sushima menusukkan pedang ke arah bawah lawan, namun Ashoka bisa mengelak dan melayangkan tendangan ke bagian rusuk hingga Sushima terhuyung. Sushima kembali menyerang dengan sabetan pedang, pedang di tahan oleh pedang Ashoka. Ashoka mengayunkan pedang ke arah leher Sushima, namun pedang Sushima juga mengancam lehernya. Keduanya sekarang mengarahkan pedang ke leher masing-masing.
Sushima berkata pelan, "Katakan kepadaku apa keinginan terakhirmu".
Ashoka menjawab, "Hanya satu keinginan yang menjadi kenyataan!"
"Berhenti!", teriak Bindushara yang datang diikuti beberapa prajurit. "Tidak ada diantara kalian yang boleh bergerak dari tempatnya. Turunkan senjata kalian masing-masing. Ini adalah perintahku!", kata Bindishara lagi.
Beberapa prajurit bersiaga di sisi arena, sementara Mahamatya dan Acharya Radhagupta menyusul datang ke tempat itu.
Ashoka dan Sushima segera saling mengambil jarak dan menurunkan arah pedang mereka dengan terpaksa. Namun kedua pangeran Magadha itu tetap saling menatap tajam. Rani Charumitra dan Rani Dharma juga datang, masing-masing menempati posisi dekat ke arah putra mereka.
Bindushara segera melangkah mendekat dan berhenti di dekat kedua putranya.
Bindushara berkata, "Sejarah terulang kembali! Dua bersaudara bertarung memperebutkan tahta kerajaan. Sayangnya ini telah menjadi tradisi keluarga kerajaan untuk mendapatkan kekuasaan. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi di Pattaliputra!". Bindushara marah dan mendelik, melihat kedua putranya bergantian. Sementara Ashoka dan Sushima tetap saling menatap marah.
Di balik pilar, Siamak berguman kesal, "Orang tua ini harusnya bisa datang nanti".
Bindushara berkata, "Aku minta Kalian berdua untuk mendengar dan mengingatnya dengan baik. Kalian memiliki darahku di nadi kalian masing-masing. Aku tidak akan membiarkan kalian menyia-nyiakan itu karena ibu pertiwi yang harus kalian jaga dan layani memiliki hak di atasnya. Setelah hari ini, tidak satu pun dari Kalian yang akan mencoba untuk menyakiti yang lain. Jika salah satu dari Kalian mati suatu saat karena perkelahian seperti ini lagi, maka aku akan mengumumkan hukuman kematian untuk anakku yang lain juga! Aku tidak akan melihat kapan, bagaimana perkelahian terjadi atau mendengarkan alasan di balik semua itu".
Semua orang terkejut mendengar perintah atau keputusan Samrat. Termasuk Charumitra, Mahamatya, Radhagupta dan Dharma. Demikian juga Sushima dan Ashoka, keduanya melirik ayahnya.
Bindushara berkata, "Aku memang seorang Samrat dari kerajaan
Magadha yang besar, namun aku juga seorang ayah. Tidak satupun dari kalian yang
dapat memahami bagaimana sulitnya bagi seorang ayah untuk mengambil keputusan
seperti itu, namun Kalian tidak memberikan pilihan lain kepadaku. Aku sudah
merasakannya dalam 10 tahun terakhir ini bahwa keturunan Mahasamrat Chandragupta
Maurya yang membanggakan ini seolah hampir berakhir. Dalam masa itu Aku
menghabiskan waktu dengan berdoa agar Tuhan memberiku kesempatan lagi untuk
menjaga keluarga ini tetap utuh. Seluruh keluargaku sudah berkumpul bersama-sama
sekarang. Aku senang membawa Magadha menuju masa kejayaan yang baru. Aku tidak
akan mengampuni orang yang mencoba untuk merusak pemikiran ini atau pun memecah
belah keluargaku! Kedua ibu dari pangeran akan bertanggung jawab untuk
memastikan anak-anaknya mematuhi apa yang Aku katakan saat ini".
Bindushara menoleh kepada Charumitra dan berkata, "Dengar, Rani Charumitra! Pastikan Ashoka tidak disakiti lagi sama sekali atau Aku akan menghukum Sushima dengan tanganku sendiri tanpa mengetahui alasan di balik itu". Charumitra, Sushima dan Mahamatya terkejut dan tidak nyaman mendengar perintah itu.
"Dan Kau, Rani Dharma, Aku minta Kau terus mengawasi Ashoka", kata Bindushara kepada Dharma. Dharma hanya mengangguk. Sushima memelototi Ashoka dengan tajam, demikian juga Ashoka melihat ke arah Sushima. Keduanya lalu keluar dari arena pertarungan menuju tempat masing-masing yang arahnya berlawanan.
Mahamatya menyusul Sushima meninggalkan arena itu, demikian juga Radhagupta dan Dharma segera ikut masuk ke dalam istana. Tinggal Charumitra dan Bindushara yang berdiri di tempat itu beserta prajurit pengawal yang berdiri agak jauh.
Bindushara bertanya pada Charumitra, "Kau belum pergi, apakah kau ingin berkata sesuatu?". Charumitra hanya diam dengan hati resah. "Pergilah tidur, ini sudah larut malam", kata Bindushara lalu pergi.
Charumitra terlihat marah dan hatinya terluka, dengan air mata membasahi pipinya. Dia mengingat perintah samrat barusan yang mungkin dianggapnya berat sebelah dan tidak adil bagi Sushima.
Di dalam ruang peraduan raja, Bindushara sedang berdiri di
ruangan itu bersama Dharma.
Dia berkata, "Aku rasa penting untuk membuat anak-anak kita memahami tugas mereka. Saat ini mereka selalu berbicara tentang hasrat membunuh satu sama lain. Akan lebih baik untuk mengalihkan perhatian mereka menjadi hal yang berguna. Ashoka sudah kembali di sini sekarang. Aku berpikir untuk membagikan sebagian tanggung jawab urusan kerajaan kepada Sushima dan Ashoka. Dengan demikian, keduanya akan memiliki motivasi dalam menjalani hidup mereka".
Dharma berkata, "Samrat, apakah aku boleh mengusulkan sesuatu?"
Bindushara mengangguk, "Tentu saja, itu adalah bagian dari tugasmu memberikan pendapat".
Dharma berkata sambil mendekati suaminya, "Aku datang ke sini untuk membicarakan hal ini dengan Anda dan bagaimana tanggapan Anda. Mereka, Ashoka dan Sushima, harus dipastikan tidak akan mencoba untuk menyakiti satu sama lain mengikuti perintah Anda. Harus ada sosok atau orang yang membuat mereka tidak akan bisa melakukannya demi hidupnya sekalipun. Aku pikir seorang istri akan lebih cocok untuk tanggung jawab ini".
Bindushara menanggapi usulan itu dengan senang, dia berujar, "Aku menyukai maksudmu. Aku akan mengirim undangan ke kerajaan-kerajaan terdekat untuk mengundang para raja bersama para putri mereka masing-masing pada saat perayaan Shrawana Mela (festival Bulan Shrawana). Kita akan menikahkan anak-anak kita dengan salah satu putri raja itu. Sejauh yang aku pahami dari maksudmu, Kau ingin menenangkan anak-anak kita dalam kehidupan rumah tangga mereka, benar?".
Dharma hanya diam dengan wajah sumringah mendengar tanggapan Bindushara.
"Atau kau sudah ada menyukai seorang gadis untuk calon istri Ashoka?", tanya Bindushara lagi.
Dharma menjawab tegas, "Ya, Putri Raja Kalingga, Kaurwaki!".