Sinopsis Ashoka Samrat episode 357 by Kusuma
Rasmana. Di tengah hutan yang rindang, Ashoka dan Kaurwaki terbaring di
tanah yang penuh dedaunan kering saat tubuh keduanya berhenti setelah jatuh
bergulingan. Kedua tangan Ashoka masih memegang bahu Kaurwaki. Sedangkan
Kaurwaki menghindari berpegangan kepada Ashoka. Keduanya lalu bangun dengan
merasa canggung. Kaurwaki membersihkan badan dan rambutnya dari daun-daun kering
yang melekat, demikian juga Ashoka membersihkan kotoran debu di pakaiannya.
Ashoka yang masih diliputi rasa canggung, bertanya kepada Kaurwaki, "Kemana kau
akan pergi?"
Kaurwaki menjawab, "Pattaliputra".
Kaurwaki menjawab, "Pattaliputra".
Ashoka menanggapi, "Jadi kau akan ke Pattaliputra dari sini?. Aku bisa mengantarmu hingga ke Pattaliputra dengan perahu. Ini adalah cara termudah untuk mencapai tempat itu dari sini".
Ashoka segera melangkah pergi, Kaurwaki mamandang kepergiannya. Dia merasa itu pemuda itu pasti Ashoka. "Aku akan berusaha mencari tahu hari ini!", batinnya berharap banyak.
Malam itu, di istana Magadha, Pattaliputra, Charumitra yang
sudah berdandan cantik melangkah menuju ruang pribadi raja sambil membawakan
minuman untuk Bindushara. Di depan pintu kamar itu, dia merapikan rambutnya
lebih dulu biar lebih cantik karena dia sudah berdandan khusus hari ini.
Charumitra mengetuk pintu, Bindushara agak terkejut melihat Charumitra
bertingkah sangat manis hari ini.
"Kau membawakan aku sesuatu, Maharani?", tanya Bindushara.
Charumitra menjawab, "Aku adalah istri Anda. Bukankah aku juga memiliki hak untuk melayani Anda?"
Bindushara mengangguk, "Tentu saja".
Charumitra memberikan gelas minuman kepada suaminya, sambil menekuk pergelangan tangannya kedepan agar Bindushara mau tidak mau menyentuh tangannya saat menerima gelas minuman itu. Bindushara menerima gelas itu, namun memalingkan wajahnya ke arah lain. Setelah meneguk minuman dari gelas, Bindushara berkata menyukai minuman itu. Charumitra menaruh nampan minuman di meja didekatnya. Dia berdiri membelakangi samrat sambil memainkan rambutnya di depan Bindushara yang masih menikmati minumannya.
"Samrat, bolehkah aku bertanya sesuatu?", tanya Charumitra manja. "Tentu saja", jawab Bindushara.
Charumitra bertanya, "Apa pendapat Anda tentang aku?"
Bindushara tersenyum, "Kau adalah istri pertamaku, ibu dari anak sulungku. Kau sangat baik dan cantik tanpa keraguan lagi".
Charumitra bertanya lagi, "Apakah aku hanya terlihat cantik atau sangat cantik?".
Bindushara yang sudah selesai minum, menaruh gelas diatas nampan dan berjalan keluar dari ruangan. Dia tidak mendengar Charumitra yang terus berbicara. Charumitra mengibaskan rambutnya yang panjang ke depan dadanya mungkin bermaksud memamerkan punggungnya kepada suami. Dan sengaja atau tidak, benang pengikat pakaian bagian punggungnya longgar. Charumitra minta bantuan Bindushara agar mengencangkan ikatan benang pakaian di punggungnya itu.
Charumitra terkejut menyadari Bindushara tidak ada lagi di ruangan itu. Gelas minuman di nampan dilihatnya sudah kosong. Dengan perasaan sedih dan marah, dia melemparkan gelas minuman yang sudah kosong itu ke lantai. Hatinya dongkol setengah mati.
Bindushara datang ke kamar Dharma, di ruangan itu Dharma sedang
bercermin sambil menyisir rambutnya yang basah dengan tangan. Dharma sepertinya
baru selesai mandi. Tanpa menyadari Bindushara ada di belakangnya, Dharma
mengibaskan rambutnya. Percikan air dari rambut Dharma mengenai wajah
Bindushara. Bindushara terpesona oleh kecantikannya. Dia mendekat dan memegang
kedua tangan Dharma dari belakang. Dharma terkejut melihatnya di cermin. Dharma
melangkah mundur dan menyandarkan kepalanya di dada Bindushara. Bindushara
merangkulnya mesra. Lagu Tum Hi Tum Mere The mengiringi adegan ini.
Dengan masih bersandar, dia memejamkan mata dan tersenyum, Dharma bertanya, "Anda disini?".
Bindushara menjawab, "Aku tidak memiliki keinginan atau kekuatan untuk jauh darimu lagi setelah bertahun-tahun".
Dharma berbalik untuk menatapnya membuat mereka saling berhadapan. Bindushara membelai wajahnya dengan manis. Kemudian ia memakaikan Dharma cincin di jari tangan kanannya.
Dharma tersenyum kepada suaminya, dia mengingat bagaimana Bindushara memberikan cincin itu dulu saat sebelum hari pernikahannya.
Bindushara berkata, "Setelah mendapatkanmu lagi, aku merasa seperti ingin pergi dari dunia ini, dimana tidak akan ada seorang pun kecuali kita berdua".
Dharma menjawab, "Anda jangan merasa seperti itu, karena duniaku ada disini".
Mereka berdua lalu berpelukan merasakan indahnya cinta dan kasih sayang. Charumitra melihat mereka dari luar pintu. Dia merasa marah dan cemburu kepada pasangan itu.
Pagi hari, Ashoka dan Kaurwaki sedang berada di perahu yang
dikayuh sendiri oleh Ashoka. Mereka menyebrangi sungai yang mengalir tenang.
Keduanya hanya diam tetapi saling melirik satu sama lain.
Kaurwaki berpikir, "Jika dia bukan Ashoka, lalu mengapa aku merasakannya? Mengapa aku seperti ditarik ke arahnya? Wahai Shiwa Shambhu, aku belum meminta apapun dalam 10 tahun ini darimu kecuali Ashoka. Jika dia memang benar Ashoka, berikan aku beberapa petunjuk".
Kaurwaki berpikir, "Jika dia bukan Ashoka, lalu mengapa aku merasakannya? Mengapa aku seperti ditarik ke arahnya? Wahai Shiwa Shambhu, aku belum meminta apapun dalam 10 tahun ini darimu kecuali Ashoka. Jika dia memang benar Ashoka, berikan aku beberapa petunjuk".
Kaurwaki terus mencuri-curi pandang kepada Ashoka di depannya. Kaurwaki melihat sekilas kalung yang dikenakan Ashoka di leher dan dadanya yang bidang. Liontin kalung tidak kelihatan karena tertutup kain selempang yang dipakai Ashoka. Angin yang bertiup menyingkap kain selempang itu, membuat liontin kalung Ashoka tampak bersinar cemerlang ditimpa cahaya mentari pagi.
Kaurwaki merasa takjub melihat liontin yang cemerlang itu, dia yakin itu adalah kalung yang sama yang diberikan kepada Ashoka saat masih remaja didepan sebuah kuil di Kalingga. Kaurwaki tersenyum berguman, "Ashoka!"
Ashoka yang sedang mendayung tersadar dengan gumanan itu, dia memperhatikan Kaurwaki yang terus melihat ke arah kalungnya. Merasa malu, karena Ashoka memperhatikan dirinya, Kaurwaki pura-pura melihat ke arah lain.
Entah karena malu atau apa, Ashoka malah berbicara dan memuji cuaca dan alam pemandangan di sekitar sungai yang indah dan asri.
Sambil memandang Ashoka, Kaurwaki berpikir, "Dia malah berbicara tentang keindahan alam sekitar. Dia tidak bisa melihat bahwa Kaurwaki-nya tepat di depan matanya. Aku merasa bahwa dia adalah Ashoka-ku, ini kenyataan. Tidakkah dia merasakan cintanya di sekitarnya? Ketika aku merasakan kehadirannya, apakah dia tidak merasakannya juga? Apakah dia melupakanku atau cinta kita dalam beberapa tahun ini? Ah...tidak! aku tidak ingin memikirkan hal itu".
Kaurwaki bertanya, "Boleh aku bertanya sesuatu? Apakah kau sudah menikah?". Ashoka kaget mendengar pertanyaan itu, namun akhirnya tersenyum.
Kaurwaki berkata, "Mengapa Kau malah tersenyum.."
Ashoka menjawab, "Tidak, Aku belum menikah"
Kaurwaki berkata, "Maksudku bukan menikah secara harfiah tetapi menjalin hubungan dengan seseorang tapi belum pada pernikahan sebenarnya. Ya, pernikahan seperti itu!"
Ashoka jadi teringat tentang ritual pengikatan benang dan mengelilingi pohon suci saat masih remaja mereka yang mungkin dianggap pernikahan yang dimaksud Kaurwaki. Namun Ashoka berusaha mengabaikan hal itu, dia bertingkah seolah bingung. "Pertanyaan macam apa ini?", tanya Ashoka.
Kaurwaki membalas "Ya sudah, abaikan saja. Pertanyaanku mungkin tidak masuk akal".
Ashoka berusaha mengalihkan pembicaraan. "Kita akan sampai di tepi segera", katanya. Kaurwaki hanya menatapnya dengan wajah sedih, karena Ashoka dianggapnya masih belum mengerti juga.
Ashoka tiba di tepi seberang sungai, dia turun duluan dan
mengikat tali perahu di batu di tepi sungai itu.
Masih tetap di perahu, Kaurwaki berpikir, "Dia tidak berubah sama sekali! Hanya cintanya yang telah berubah itulah kenapa ia tidak bisa mengenali Kaurwaki-nya".
Masih tetap di perahu, Kaurwaki berpikir, "Dia tidak berubah sama sekali! Hanya cintanya yang telah berubah itulah kenapa ia tidak bisa mengenali Kaurwaki-nya".
Kaurwaki berdiri di perahu bermaksud akan turun, tetapi perahu malah bergoyang yang membuat Kaurwaki khawatir. Ashoka mengulurkan tangannya dengan wajah datar tanpa senyuman. Kaurwaki menyambut tangannya dengan ragu, Ashoka sengaja mengalih tatapannya ke tempat lain. Entah sengaja atau tidak, Kaurwaki terpeleset saat turun dari perahu. Beruntung, Ashoka sigap memegangnya yang membuat Kaurwaki jatuh dipelukannya. Kedua insan itu pun saling tatap dan berpandangan mata satu sama lain. Namun adegan mesra mereka itu terganggu oleh ringkikan Garuda yang datang. Ashoka dan Kaurwaki akhirnya melepaskan pegangan masing-masing.
Ashoka berkata, "Perjalanan kita berakhir disini. Jalanmu berbeda dengan arah perjalananku dari sini".
Tanpa menunggu jawaban dari Kaurwaki, Ashoka segera menuntun Garuda melangkah meninggalkan tepi sungai itu.
Kaurwaki yang masih disitu berpikir, "Perjalanan ini akan berakhir di matamu, tapi kau adalah tujuanku. Tidak ada yang bisa menghentikanku untuk mencapai tujuanku. Ashoka dan Kaurwaki tidak akan pernah berpisah sekarang!".