Sinopsis Ashoka Samrat episode 344 bag 2

Sinopsis Ashoka Samrat episode 344 bag 2 by Kusuma Rasmana.  Di sisi lain, di rumahnya, Ashoka melangkah mondar-mandir di halaman dekat kudanya yang tertambat. Dia memikirkan kata-kata Acharya tentang kejuaraan gulat di Nalanda yang merupakan jebakan yang disusun Sushima bagi dirinya.

Pagi hari, matahari terbit menerangi kota Rajagira. Dharma bangun dari tidurnya dan berdoa pagi, menyerukan nama Dewa dan Dewi dalam prabhawanya sebagai Laksmi, Sharaswati dan Gowinda-Krishna. Dia mengusap wajah saat menutup doanya, saat itulah dia melihat tangan dan jarinya yang kosong tanpa cincin pernikahan. Dia menjadi teringat, (dalam adegan kilas balik) saat Bindushara memberinya sebuah cincin kerajaan sesaat sebelum pernikahannya.

Dharma mengucapkan selamat ulang tahun kepada samrat Bindushara.
Sejenakkemudian ia terkejut mendengar seseorang menyapu di luar rumah.
Dharma segera keluar, dia kaget melihat Ashoka mengurus rumah dan Garuda, menyapu halaman yang berdebu dan menyiram halaman itu agar debunya tidak beterbangan ditiup angin. "Apa yang kamu lakukan?", tanya Dharma
Ashoka menjawab, "Tidak ada, Bu. Aku hanya membantu ibu. Aku tahu ibu akan pergi ke kuil. Aku pikir untuk membantu jadi aku melakukan semua ini. Ibu harus membuat persiapan dan pergi untuk melakukan puja"


Dharma tersenyum lebar, dia melihat Ashoka mencuci muka. Ashoka menyuruh ibunya bersiap karena melihat Dharma masih berdiri disana memperhatikannya. Dharma segera masuk ke dalam.
Dharma mengeluarkan seperangkat pakaian dari kotaknya. Melihat pakaian itu, kembali dia teringat Bindushara, terkenang saat acara ritual perkawinannya di desa kecil Champanagari. Dharma lalu segera bersiap untuk berganti pakaian yang pantas dipakai ke kuil.
Di luar rumah, Ashoka sedang mengucapkan mantra doa, dengan mencurahkan air suci ke pohon Tulasi (Selasih).

Dia berpikir, "Hari yang telah aku tunggu akhirnya tiba. Aku akan bergerak menuju tujuanku setelah menghukum para adharmi (pendukung kebatilan) itu!".
Ashoka berbalik saat menyadari ibunya muncul dari ruang dalam. Dia tersenyum senang melihat ibunya tampak cantik dengan pakaian indah.
Dharma bertanya, "Apakah kau akan datang ke mandir bersamaku?"
Ashoka menggeleng, "Aku harus pergi ke suatu tempat untuk melakukan beberapa pekerjaan".
"Aku akan segera kembali", tambah Ashoka lagi. Dharma hanya mengangguk dan segera pergi menuju mandir (kuil) sambil membawa nampan puja.

Witashoka muncul dibelakangnya. "Kau tidak ikut ibu ke mandir?", tanya Ashoka. Witashoka malah ingin dengan kakaknya saja.
Di arena latihan gulat, Hari dan Bhupal telah memutuskan pertarungan hari ini. "Orang yang menang akan pergi untuk mengambil bagian dalam kompetisi di Nalanda!"
Hari dan Bhupal lalu berhadapan dalam pertarungan gulat, keduanya berusaha saling menjatuhkan. Namun Hari rupanya harus mengakui keunggulan Bhupal karena berhasil dibuat jatuh tak berdaya di pasir arena. Bhupal pun dinyatakan menang dalam pertarungan itu. "Aku akan pergi", kata Bhupal memeluk Hari.

"Belum saatnya, mari kita mencari tahu dulu siapa yang lebih kuat", kata Ashoka yang sedang menuju tempat itu bersama adiknya. Orang-orang yang berkerumun di arena menyibak memberi jalan kepada Ashoka. Adegan diiringi lagu Ashoka Haa Ashoka Hai.
Ashoka berkata, "Aku juga salah satu pesaing sekarang. Aku jamin pada kalian semua bahwa aku tidak akan mengecewakan kalian!".
Bhupal bertanya, "Bagaimana kau bisa begitu yakin?". Dia menatap Ashoka yang maju ke dalam arena.
Ashoka menjawab, "Aku telah menunggu saat ini sejak 10 tahun terakhir".
Witashoka berkomentar, "Bagaimana aku bisa takut setiap kali orang diam mendengar yang kakakku katakan?"

Bhupal menjelaskan kepada Ashoka tentang kompetisi gulat itu. "Aku yakin hanya satu orang di Magadha yang bisa menang melawan semua petarung gulat, hanya Mahayudha (ksatria terhebat) Pangeran Ashoka yang bisa memenangkannya. Apa kau seorang Mahayudha? Kau hanya orang biasa, Kau pikir kau bisa menang?"
Hari menyarankan Ashoka untuk melakukan apa yang sesuai dan cocok baginya dengan nada meremehkan. Kata-katanya didukung oleh Bhupal. Ashoka marah mendengar ucapan meremehkan itu. Dengan sekali gerakan, dia mencengkeram leher Bhupal.
"Tidak ada gunanya kau berkata tanpa mengetahui kebenaran", kata Ashoka, Hari dan beberapa orang disitu kaget melihat kejadian itu

"Aku bisa mengalahkan kalian berdua sekaligus! Aku akan mengalahkan kalian yang ada di sini", kata Ashoka menantang semua petarung gulat yang ada disitu.
Bhupal dan Hari menerima tantangan itu, namun bukan dia yang maju bertarung. Bhupal malah menunjuk satu petarung yang yunior yang berbadan sedang.
Bhupal berkata, "Kau kalahkan satu orang itu dulu!". Petarung yang ditunjuk gemetar ketakutan. Beberapa orang tertawa melihat petarung yang gemetar dan wajah Ashoka yang heran karena diumpankan dengan petarung kelas bawah itu.
Witashoka memberitahu kakaknya, "Kak, ayo lakukan dengan cepat karena ibu akan segera kembali dari puja di mandir"


Di sebuah kuil terdekat di Rajagira, Dharma baru menyelesaikan puja dan sedang menerima berkat dari Purohita Ji (Tuan Pendeta) di depan sebuah kunda (perapian upacara) dan arca Nandi.
Purohita bertanya, "Untuk siapa puja ini Anda lakukan, Dewi?".
Dharma menjawab, "Bindushara".|
"Gotra (nama keluarga)?", tanya Purohita.
"Maurya", jawab Dharma.
"Nakhsatra (planet perbintangan)?", tanya Purohita.
"Jyestha", jawab Dharma.
Purohita itu terkejut menyadari wanita cantik itu melakukan puja untuk Samrat Magadha, Bindusara. "Mengapa? Siapa dia bagimu, Dewi?", tanya Purohita.

Dharma teringat saat pernikahannya yang bahagia, namun teringat juga masa sedih saat Bindushara memberinya pilihan sulit, ikut putra atau suami pada 10 tahun yang lalu.
Pendeta menegur Dharma yang dilihatnya malah melamun. Dharma tersadar, dia harus menjawab pertanyaan pendeta tanpa perlu terus terang.
"Apakah rakyat biasa tidak berhak untuk mendoakan raja mereka agar panjang umur?", tanya Dharma.
Purohita mengangguk, "Benar, tapi kebanyakan para wanita melakukan puja pada hari ini untuk suami mereka saja".
Dharma mengerti maksud pendeta, ia pun menambahkan, "Aku berdoa untuk raja dan kemakmuran kerajaan kita".
Pendeta hanya mengangguk membenarkan pendapat Dharma.

PREV  1  2  3
Bagikan :

Related Post:

Back To Top