Sinopsis Ashoka Samrat episode 297 by Kusuma
Rasmana. Diruang sidang istana Magadha, Pattaliputra, Ashoka membela
diri dihadapan sidang atas tuduhan membunuh adiknya, pangeran Drupada. Ashoka
mengatakan apa yang terjadi itu tidak disengaja. "Aku tidak melakukannya dengan
sengaja. Biarkan aku melihat Drupada untuk terakhir kalinya. Tolong biarkan aku
melihat dia sekali. Itu adalah sebuah kecelakaan", kata Ashoka berkata dengan
sedih. Samrat Bindushara hanya diam saja dan dengan isyarat tangannya tidak mau
lagi mendengar kata-kata Ashoka. Dua orang prajurit datang dan memborgol tangan
Ashoka. Dharma sedih melihat keadaan putranya itu. Samrat Bindushara turun dari
tahta dan berjalan keluar dari ruang sidang itu, diikuti Ibu suri dan
Charumitra. Ashoka meminta ibunya agar percaya kepadanya. "Itu adalah sebuah
kecelakaan, Ibu", kata Ashoka,.Namun para prajurit menggiring Ashoka dalam sel
penjara. Dharma semakin hancur hatinya melihat perkembangan itu.
Setibanya di sel penjara, Ashoka kembali meminta para penjaga untuk mengizinkan dia melihat saudaranya sekali. "Aku tidak bersalah", ratapnya. Namun para prajurit itu tidak peduli. Mereka dibayar tidak memenuhi permintaannya. Ashoka menangis, meratap didalam selnya.
Di atas sebuah bukit menjulang diluar istana Magadha, Sushima
datang ke tempat itu untuk bertemu seorang ahli tantra atau Tantrik yang telah
membantunya. Sushima berkata kepada sang Tantrik bahwa dia gagal. "Samrat masih
hidup sampai sekarang", kata Sushima. Tantrik menjawab, "Aku berkata Samrat akan
mati. Dan pangeran Drupada adalah seorang Samrat hari itu, maka dialah yang
mati". Sang Tantrik melanjutkan, "Apa yang aku katakan akan terjadi. Kau akan
menjadi Samrat, tidak ada seorang pun kecuali aku yang bisa menghentikanmu
menjadi Samrat. Lain kali jika kau berani meragukan aku lagi, maka kau akan
mati. Kita adalah satu sekarang. Darah yang keluar dari mulutmu adalah darahku".
Sushima teringat (dalam kilas balik) sempat muntah darah ketika berjalan di
koridor sesaat setelah Drupada terkena anak panah. "Aku telah mengorbankannya
kepada para pishaca (makluk gaib penghisap darah). Darahmu akan dihisap
perlahan-lahan oleh mereka (para pishaca) dan diganti oleh darahku!", kata Sang
Tantrik lagi.
Di ruang pribadi Samrat, Dharma bertanya kepada Bindushara,
"Apakah Yang Mulia berpikir jika Ashoka benar-benar bisa melakukan ini? Ashoka
juga terkejut dengan apa yang terjadi. Dia sangat menyayangi Drupada".
Bindushara menjawab, "tapi anak panah itu hanya ditembakkan oleh Ashoka. Dia
bertingkah arogan didepan Sushima. Harapannya telah membuatnya lupa perbedaan
antara benar dan salah. Dia telah menjadi serakah akan tahta".
Dharma yang percaya kepada putranya, berkilah, "Akulah yang telah membesarkannya. Aku tahu dia tidak memiliki perasaan serakah akan tahta"
Bindushara berkata, "Jika kau benar, maka mengapa Ashoka memintaku menjadikan dia sebagai putra mahkota? Dia tentu tahu bahwa putra tertualah yang layak untuk itu". Dharma beralasan tentang impian Acharya Chanakya yang menghendaki demikian. Namun Bindushara berkilah, "permintaan Ashoka sendiri itulah menjadi salah". Dharma berusaha meyakinkan Samrat, "Orang perlu mencari tahu maksud di balik tindakan seorang pelaku. Aku ingin tahu apakah putra Anda bisa melakukan hal ini".
Bindushara menjawab, "Sudah jelas, ini adalah pemberontakan kepada kekuasaan Magadha. Aku tidak berdaya, Dharma! hari ini seorang ayah telah kalah dari seorang Samrat. Aku tidak bisa mengampuni Ashoka. Dia hanya layak mendapat satu hukuman untuk apa yang dia lakukan hari ini. Yaitu mretyu danda (hukuman mati)!". Dharma terhenyak mendengar kata-kata Samrat.
Seorang prajurit datang ke ruangan itu melaporkan tentang permintaan Ashoka yang ingin melihat Drupada terakhir kalinya.
Di halaman istana Magadha, acara kremasi bagi pangeran Drupada
akan dilakukan, para warga dan kerabat istana berkumpul di tempat itu. Rani
Shubhrasi menangis di samping jenazah Drupada yang sudah dibaringkan diatas
tumpukan kayu kering. "Bukankah kau ingin mendengar cerita dariku malam ini.
Mengapa kau tidur pada hari kelahiranmu ini? Bangunlah, Nak", isak Subhrasi
menangis. Disampingnya berdiri Sushima dan kerabat lainnya termasuk Samrat yang
berpakaian putih-putih. Dharma yang juga berpakaian putih datang mendekati jasad
Drupada. Namun Shubhrasi mengusir Dharma agar tidak datang mendekat. "Kau tidak
akan pernah bahagia. Anakmu telah membunuh anakku! Pergi!", teriak
Subhrasi.
Dharma akhirnya mundur dengan sedih. Para prajurit membawa Ashoka yang terborgol mendekat ke jenazah Drupada. Dia bertimpuh dibawah kaki Drupada dan menangis melihat Nanhe Samrat (Samrat kecil) itu terbaring kaku. Ashoka menunduk sedih, teringat tentang kenangan bersama Drupada di waktu yang lalu.
Helena yang licik berpikir, "Siapa bisa mengubah apa yang ditakdirkan harus terjadi? Pengorbanan kecil dibuat sebagai cara untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Garis keturunan Maurya akan segera berakhir". Siamak juga sibuk dengan ingatan tentang Drupada. Sushima berpikir, "Drupada, kau tidak mendukung orang yang tepat, maka kau harus membayar harga atas dukungan itu. Samrat juga akan memahaminya segera".
Hampir semua orang yang ada disitu sibuk berpikir tentang Drupada, termasuk Samrat yang terkenang saat terakhir Drupada harus menganggu sidang kerajaan untuk mengingatkan akan hari kelahirannya.
Kaurwaki yang melihat jasad Drupada merasa ada yang aneh. "Bagaimana bisa tubuhnya menghitam setelah kena anak panah? Apakah ini sebuah persekongkolan?", batin Kaurwaki.
Para prajurit membawa Ashoka pergi dari tempat itu.
Acara pembakaran akan dimulai, anggota keluarga mulai menempatkan kayu-kayu kering menutupi jasad Drupada. Bindushara memulai penyulutan api kremasi dan beberapa saat kemudian api menyala besar membakar tumpukan kayu bersama raga Drupada. Semua yang hadir mengikuti acara kremasi itu dengan khusuk. Bindushara berkata, "Hukuman terbesar bagi seorang ayah adalah harus menyalakan tumpukan kayu pembakaran bagi anaknya". Helena berusaha tersenyum sambil memandang Bindushara, namun batinnya bergejolak. "Ini hanyalah awal, kau segera akan menyalakan kayu pembakaran berulang kali dari orang-orang yang kau cintai dalam hidupmu. Kau akan sendirian pada akhirnya!", batin Helena sambil tersenyum culas memandang Samrat Bindushara.
Di koridor istana, Kaurwaki berbicara dengan ayahnya tentang
kondisi jasad Drupada. "Panah yang mengenai Drupada tidak ditembakkan oleh
Ashoka", kata Kaurwaki. Jagannatha tahu putrinya pasti ingin membela tindakan
Ashoka. "Tapi semua orang berpikir Ashoka adalah pelakunya, bahkan Samrat
sendiri juga setuju", tepis Jagannatha.
Kaurvaki berkata, "Ini penyelesaian akhir yang tidak benar, Ayah! Tidak, ini bukan akhir... ini belum berakhir!". "Aku tidak akan membiarkan sesuatu yang salah terjadi dengan Ashoka. Ayah mungkin tidak mendukungku, tapi aku tahu seseorang yang percaya Ashoka tidak bersalah!", kata Kaurwaki lalu pergi meninggalkan ayahnya yang hanya bengong.
Kaurwaki menemui panglima Nayaka di koridor. Dia menjelaskan
tentang masalah yang dihadapi Ashoka. Nayaka berkata, "Aku tentu akan siap
membantumu, Kaurwaki. Aku bahkan bisa mengorbankan hidupku demi Ashoka".
Kaurwaki dan Nayaka bersepakat akan mengeluarkan Ashoka dari sel penjara,
walaupun harus melanggar hukum Magadha.