Sinopsis Ashoka Samrat episode 349 by Kusuma
Rasmana. Di arena pertarungan gulat di Nalanda, Ashoka yang memakai
nama Chakrawarti Chanda dinyatakan menang dalam pertarungan melawan Mallu.
Mahamatya meminta Ashoka dengan kepala tertunduk untuk memberi hormat kepada
Samrat yang duduk di kursinya. Melihat Ashoka hanya berdiri diam di arena,
seorang pria dari panitia pertandingan juga minta Ashoka memberi hormat kepada
Samrat, namun Ashoka hanya menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak akan menundukkan kepalaku!", kata Ashoka. Acharya peramal, Mahamatya dan semua orang yang ada disitu terkejut mendengar ucapan Ashoka. Ashoka malah meninggikan wajahnya dengan angkuh, Bindushara hanya menatap tajam petarung yang angkuh itu. Sosok pemuda itu mengingatakan dia kepada seseorang.
"Aku tidak akan menundukkan kepalaku!", kata Ashoka. Acharya peramal, Mahamatya dan semua orang yang ada disitu terkejut mendengar ucapan Ashoka. Ashoka malah meninggikan wajahnya dengan angkuh, Bindushara hanya menatap tajam petarung yang angkuh itu. Sosok pemuda itu mengingatakan dia kepada seseorang.
Acharya peramal disisi penonton terkejut dan berpikir, "Chanda (Ashoka) akan merusak rencana dengan cara ini".
seorang pria dari panitia pertandingan berbicara tentang keberanian petarung muda itu kepada Samrat Bindushara.
Bindushara bangkit dari kursinya dan melangkah turun ke arena. Perhatian orang-orang tersita kepada Bindushara yang berjalan mendekati Ashoka.
Pria itu kembali berkata, "Samrat akan datang, Kau masih punya waktu. Sekarang tundukkan kepalamu dihadapannya"
Namun Ashoka bersikeras tidak mau menundukkan kepala, dia hanya memandang Bindushara yang mendekat. Samrat Bindushara berdiri di hadapan Ashoka di arena itu. Orang-orang menjadi tegang menanti apa yang mungkin dilakukan oleh Samrat terhadap pemuda itu.
Kembali pria itu berkata, "Mungkin kau akan mendengar suara
keras saja". "Tundukkan kepalamu!", kata pria itu berteriak keras kepada
Ashoka.
Ashoka menjawab, "Aku bisa mendengarmu tapi kau tidak mengerti aku. Kepala ini tidak akan tertunduk!". Ashoka menggelengkan kepalanya.
Bindushara bertanya pelan kepadanya, "Mengapa kau tidak mau melakukannya?"
Ashoka menjawab, "Aku hanya menundukkan kepalaku di hadapan Guru-ku, Ibuku dan Tanah Air-ku saja"
Mahamatya berkata keras, "Kau harus dihukum! Kau diminta untuk menghormati Samrat, sementara Kau tidak menghargainya sama sekali"
Bindushara menghentikan ucapan Mahamatya dengan mengangkat tangannya. "Kau tidak mendapatkan rasa hormat dengan memaksakan itu, Mahamatya!", kata Bindushara sambil memandang Ashoka.
Bindushara bertanya, "Siapa Gurumu? Siapa namanya?"
Ashoka menjawab, "Guruku berada di atas semua!"
Ashoka menjawab, "Aku bisa mendengarmu tapi kau tidak mengerti aku. Kepala ini tidak akan tertunduk!". Ashoka menggelengkan kepalanya.
Bindushara bertanya pelan kepadanya, "Mengapa kau tidak mau melakukannya?"
Ashoka menjawab, "Aku hanya menundukkan kepalaku di hadapan Guru-ku, Ibuku dan Tanah Air-ku saja"
Mahamatya berkata keras, "Kau harus dihukum! Kau diminta untuk menghormati Samrat, sementara Kau tidak menghargainya sama sekali"
Bindushara menghentikan ucapan Mahamatya dengan mengangkat tangannya. "Kau tidak mendapatkan rasa hormat dengan memaksakan itu, Mahamatya!", kata Bindushara sambil memandang Ashoka.
Bindushara bertanya, "Siapa Gurumu? Siapa namanya?"
Ashoka menjawab, "Guruku berada di atas semua!"
Bindushara bertanya lagi, "Bagaimana dengan ayahmu? Apakah kau tidak menundukkan kepalamu di hadapan ayahmu juga? Apakah kau tidak menghormati dia? Dimana dia?"
Ashoka teringat kejadian yang lalu bagaimana ayahnya telah mengusirnya dari istana dan minta dia menganggap ayahnya sudah mati dan dia hanya seorang yatim.
Ashoka kemudian menjawab, "Ayahku sudah mati!". Semua orang yang mendengarnya kaget.
Ashoka memutar badannya dan melangkah meninggalkan arena itu. Sementara Bindushara terus menatap kepergian pemuda itu. Lagu Ashoka Haa Ashoka Hai mengiringi adegan ini. "Aku telah bertemu dengan seseorang yang mirip dengan dia setelah bertahun-tahun", batin Bindushara masih di tempat itu.
Di Rajagira, di dalam rumahnya, Witashoka bertanya kepada
ibunya, "Siapa Bindushara?"
Dharma menatapnya kaget, "Mengapa pertanyaan ini muncul tiba-tiba?"
Dharma menatapnya kaget, "Mengapa pertanyaan ini muncul tiba-tiba?"
Witashoka berkata, "Jangan menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan lain, Bu. Ibu telah menyembunyikan banyak hal dariku. Ini adalah waktu dimana aku harus tahu kebenaran. Siapa Bindushara? Siapa Sushima? Apa hubungan mereka dengan Bhaiya?".
Dharma semakin kaget mendengar pertanyaan bertubi-tubi itu. Dia sadar mungkin sudah waktunya kebenaran dan masa lalunya harus diungkapkan kepada putra bungsunya itu.
Dharma mendekati putranya, memegang tangannya dan dia menekuk kakinya di depan Witashoka. "Samrat Bindushara adalah ayahmu. Rajkumar Sushima adalah kakak tirimu. Bhaiya-mu yang bernama Chanda adalah Rajkumar Ashoka", kata Dharma. Witashoka kaget mendengar penjelasan ibunya.
Dharma melanjutkan, "Untuk mengetahui dan memahami hubungan mereka dengan Ashoka, kau harus terlebih dahulu mengetahui kebenaran karena kau telah dijauhkan dari kasih sayang ayahmu meskipun ia masih hidup, mengapa Ashoka dan ibu dipaksa untuk menyembunyikan identitas dan terus melarikan diri kesana kemari, dan untuk alasan yang sama Ibu tidak ingin Ashoka dan Sushima saling berhadapan satu sama lain".
Di istana Magadha, Pattaliputra, dalam sebuah ruangan
Charumitra sedang melakukan ritual ilmu hitam.
Pelayannya yang agak tua bungkuk dengan tongkatnya masuk ke ruangan itu.
"Pesan apa yang kaubawa kepadaku, Rupa?", tanya Charumitra. Pelayan tua yang bernama Rupa itu menjawab, "Kita telah menjebak mangsa kita, putra Dharma sudah datang ke pertarungan".
Charumitra berkata, "Aku akan pergi sekarang. Aku merasa sesuatu yang salah akan terjadi. Buat persiapan sekarang!". Pelayan yang bernama Rupa pergi dari kamar itu. Sejenak kemudian, Charumitra juga meninggalkan kamar yang masih dipenuhi dengan sarana ritual sihir itu.
Sambil duduk di kursi, Dharma menceritakan semuanya kepada
Witashoka. "Ayahmu tidak bisa melihat kebenaran karena ilusi. Ashoka dan ibu
mengetahui kebenaran tentang kematian Acharya Chanakya yang tidak bisa dia
lihat"
Witashoka sedih mengetahui bahwa kakaknya benar-benar dibuang
dan tidak dihormati oleh ayah dan keluarganya sendiri. "Orang yang selalu siap
untuk mempertaruhkan nyawanya bagi Magadha dan tanah air, sekarang disalahpahami
dan diusir dari negerinya sendiri. Tindakan mereka itu salah! Apakah ibu tidak
ingin Bhaiya menghukum para penjahat itu? Mengapa ibu menghentikannya untuk
menghukum orang-orang yang melakukan kejahatan kepada Bhaiya dan ibu sendiri?",
tanya Witashoka bangkit dari duduknya.
Dharma juga bangkit dari duduknya, dia menjawab, "Tidak ada ibu yang ingin melihat anaknya dalam kondisi ini. Aku melakukan yang pasti dilakukan oleh ibu manapun untuk menyelamatkan anaknya. Ketika kamu lahir, aku melihat mimpi buruk. Ashoka tidak akan mengerti jika ibu menceritakan itu kepadanya. Ibu telah menanggung semua ini lebih dari kalian berdua rasakan. Kemarahan hanya akan membuat lemah. Ibu tidak ingin dia menjadi lemah sehingga Ibu mengikat dia dengan sumpah. Ibu merasa tidak melakukan hal yang salah dalam kondisi ini".
Witashoka bertanya, "Berapa lama semua ini akan berlangsung, Bu?"
Dharma menjawab sambil memegang pipi putranya. "Sampai Kak Ashoka bisa mengendalikan dan menang atas kemarahan itu. Sebelum itu terjadi, aku tidak akan membiarkan dia pergi ke Pattaliputra. Jangan katakan ini kepada siapa pun termasuk Kakak Ashoka!".
Witashoka mengangguk menyanggupi, Dharma merangkul putranya dengan lekat. Mereka saling berpelukan.