Sinopsis Ashoka Samrat episode 359 bag 2 by Kusuma
Rasmana. Di kamar Dharma, Dharma merasa gelisah dan mondar-mandir di
ruangan itu. Witashoka bingung melihatnya.
Witashoka bertanya, "Mengapa ibu begitu cemas? Bukankah ibu ingin Bhaiya kembali ke istana? Ibu seharusnya bahagia sekarang".
Dharma beralasan, "Bukan dengan cara ini maksud ibu. Mengapa dia tidak melakukan sesuatu dengan diam-diam?".
Witashoka berkata, "Ibu terlalu khawatir yang tidak perlu".
Dharma berkilah, "Jangan berkata begitu, Kau membuatku semakin tegang".
Witashoka berkata, "Kalau begitu aku pergi saja". Witashoka pergi dari ruangan itu.
Dharma yang gelisah segera duduk di pembaringan, dia teringat tentang mimpinya di kamar itu 10 tahun yang lalu. "Dia akan menghancurkan segalanya!", guman Dharma.
Witashoka bertanya, "Mengapa ibu begitu cemas? Bukankah ibu ingin Bhaiya kembali ke istana? Ibu seharusnya bahagia sekarang".
Dharma beralasan, "Bukan dengan cara ini maksud ibu. Mengapa dia tidak melakukan sesuatu dengan diam-diam?".
Witashoka berkata, "Ibu terlalu khawatir yang tidak perlu".
Dharma berkilah, "Jangan berkata begitu, Kau membuatku semakin tegang".
Witashoka berkata, "Kalau begitu aku pergi saja". Witashoka pergi dari ruangan itu.
Dharma yang gelisah segera duduk di pembaringan, dia teringat tentang mimpinya di kamar itu 10 tahun yang lalu. "Dia akan menghancurkan segalanya!", guman Dharma.
"Orang yang Anda pikirkan menjadi penyebab kehancuran mungkin akan berubah menjadi tempat naungan dan perlindungan yang dibutuhkan Magadha dan wangsa Maurya. Mungkin itu adalah awal dari sebuah perubahan", kata Radhagupta yang melangkah masuk ke ruangan itu.
Dharma berdiri menyongsongnya, sambil berkata, "Aku telah melihat kepekaan Ashoka berubah menjadi kekejaman hewani. Dia menjadi begitu agresif sehingga ia tidak bisa memandang apa-apa lagi. Jika aku membiarkan dia masuk maka ia akan membunuh semua orang yang telah menyakitinya. Dia tidak akan membiarkan orang yang telah menghina ibunya atau yang membunuh Guru Acharya-nya hidup".
Acharya Radhagupta berkata, "Mungkin itu benar. Namun kita semua telah salah memahaminya. Ashoka tahu bahwa para pembunuh gurunya adalah penghalang bagi kemakmuran Magadha dan bersatunya India. Mereka semua bertahan dalam status quo di luar perubahan sehingga harus dihancurkan sepenuhnya".
Dharma berkata, "Aku khawatir atas prilaku Ashoka, sementara Anda berbicara tentang impian Akhanda Bharata (persatuan India)".
Radhagupta menjawab, "Aku meminta Anda untuk tidak menjadi penghalang dari tujuan Ashoka. Aku percaya dia sepenuhnya. Anda juga tahu bahwa Acharya Chanakya bisa melihat apa yang tidak bisa dilihat orang lain. Dia melihat Ashoka mampu memenuhi impian yang ia rajut. Ini adalah waktunya untuk mendukung Ashoka. Akan ada banyak orang yang akan mencoba untuk membuat masalah di jalannya dan hanya ada beberapa orang yang mungkin mendukung dia".
Dharma teringat tentang kata-kata Acharya Chanakya bertahun-tahun yang lalu (dalam kilasan adegan), "Pribadi utama Magadha, Samrat Magadha adalah Ashoka itu sendiri".
"Baiklah, Acharya", kata Dharma di depan Acharya Radhagupta.
"Aku, Rani Dharma, istri Samrat Bindushara, ibu dari Ashoka, atas nama kekuasaan Magadha, mengijinkan Pangeran Ashoka masuk ke dalam kota Pattaliputra dan masuk ke istana kediaman keluarga raja Magadha", kata Dharma dengan penuh wibawa.
Kata-kata Dharma yang mengizinkan Ashoka masuk ke dalam kota dan istana Pattaliputra bergema hingga ke tempat Bindushara, ruangan Sushima, ruangan Siamak, tempat persembunyian Helena, tempat panglima Nayaka, kamar Witashoka, dan di telinga Ashoka yang masih menunggu di depan pintu gerbang kota. Berita itu tentu saja diterima dengan reaksi beragam oleh para pendengarnya. Namun di ruangan Dharma, Acharya Radhagupta tersenyum lega mendengar keputusan atau perintah dari Rani Dharma itu.
Terdengar terompet keong yang ditiup menderu dari arah dalam
kota. Ashoka tersenyum mendengarnya, dia memandang bendera merah Magadha yang
bergambar kepala singa Maurya yang berkibar di puncak bangunan.
"Aku telah menunggu untuk mendengar ini sejak bertahun-tahun lalu", guman Ashoka diatas kudanya. Dia segera turun dari kudanya, Ashoka membungkuk, mengusap tanah berdebu di depan gerbang kota Pattaliputra dan menggenggam sejumput tanah itu. Dia menaburkan tanah berdebu itu lalu menyapukannya di dahinya dan berkata, "Jay Janani!" (Hidup Ibu pertiwi!).
"Aku telah menunggu untuk mendengar ini sejak bertahun-tahun lalu", guman Ashoka diatas kudanya. Dia segera turun dari kudanya, Ashoka membungkuk, mengusap tanah berdebu di depan gerbang kota Pattaliputra dan menggenggam sejumput tanah itu. Dia menaburkan tanah berdebu itu lalu menyapukannya di dahinya dan berkata, "Jay Janani!" (Hidup Ibu pertiwi!).
Ashoka segera naik keatas kudanya dan berderap masuk ke dalam kota sambil menyeret para prajurit yang diikat di belakang kudanya. Sejenak kemudian dia memasuki pintu gerbang istana Pattaliputra. Para prajurit serentak menyambutnya dengan penghormatan. Terdengar seruan bergema berkali-kali, "Hidup Pangeran Ashoka!" dari para prajurit dan orang-orang yang menyambutnya. Sementara Ashoka yang memacu kudanya memasuki halaman istana teringat kembali dengan tekad atau sumpah yang ditulisnya di dinding tebing pada 10 tahun yang lalu,
"Aku akan datang kembali sebagai Yama (Dewa Kematian) untuk menghukum pembunuh Guruku. Aku akan kembali untuk memenuhi impian ibuku, untuk membayar gurudakshina kepada Guruku, untuk memenuhi sumpahku akan Akhanda Bharatya (persatuan India)!".
Para warga istana yang berbaris sepanjang jalan dari gerbang menuju bangunan istana bersorak menyambut Ashoka. Dharma, Witashoka diikuti pelayan muncul dari pintu utama istana. Demikian juga Sushima, Charumitra, Siamak, Mahamatya dan juga Helena yang menutupi tubuhnya dengan selendang panjang ikut berbaur. Radhagupta dan Nayaka sudah lebih dulu berbaur didepan istana bersama dengan para warga istana.
Witashoka dan Dharma terlihat gembira, sedangkan Sushima, Charumitra, Siamak, Mahamatya dan juga Helena memandang Ashoka dengan tatapan tajam. Ashoka turun dari atas Garuda dan melangkah mendekati istana. Sementara sorakan "hidup Pangeran Ashoka!" terus terdengar bergema di halaman istana itu.
Ashoka menaiki pelataran depan bangunan istana, bertepatan dengan kedatangan Samrat Bindushara. Wajah Bindushara mendadak keruh melihat Ashoka datang sambil menarik para prajurit yang menjadi tawanan itu. Ashoka menarik tali yang mengikat prajurit hingga mereka berjatuhan di tanah. Dharma kaget melihat tindakannya itu. Ashoka meninggalkan tawanan itu ditempatnya dan melangkah mendekati Bindushara.
Bindushara berkata, "Kau telah kembali hanya sebagai Chanda. Apakah hukuman ini perlu dilakukan? Mengapa kau menyulitkan orang-orang yang tidak bersalah?"
Ashoka menanggapi ucapan Bindushara dengan senyuman sinis dan ejekan. "Anda menyebut hukuman ini tidak perlu? Anda begitu bangga sebagai samrat yang paling adil yang bisa menghukum anak Anda sendiri, istri dan bahkan bayi yang baru lahir", kata Ashoka.
"Namun, hari ini, Aku akan mengajukan pertanyaan! Mengapa Magadha ada dalam kondisi seperti ini sekarang? Ada ketidakadilan yang terjadi di Magadha dan hanya Anda yang tidak menyadari itu", kata Ashoka.
"Apa maksudmu?", tanya Bindushara.
"Prajurit-prajurit itu menculik orang-orang yang tidak bersalah. Aku membebaskan mereka yang diculik itu dan membawa pelakunya kesini. Sepuluh tahun yang lalu, Anda mengakhiri tradisi Dasa (perbudakan) di Magadha berdasarkan ucapanku. Orang-orang ini masih melakukan tradisi itu. Mereka bahkan menyekap para wanita juga. Devi dan Dhaniram yang telah membantu anak-anak dan istrimu selama bertahun-tahun, sudah dibebaskan dari sekian banyak orang yang bernasib serupa karena Aku tiba tepat waktu. Tapi bagaimana dengan nasib orang-orang lain yang mengalami hal yang sama? Siapa yang akan membebaskan mereka? Ayo katakan kepadaku, Samrat!", kata Ashoka. Bindushara bingung mendengar penjelasan sekaligus gugatan Ashoka yang menohok kebanggaannya. Sementara Sushima, Charumitra, Siamak dan Helena menatap Ashoka dengan marah.
CUPLIKAN: Masih di halaman istana Pattaliputra, Ashoka berkata
kepada Bindushara, "Ada beberapa orang yang masih mengikuti tradisi Dasa
(perbudakan) dan menentang perintah Anda!". Bindushara menjawab ketus, "Katakan
siapa orangnya?". Ashoka menjawab, "Anda bisa bertanya kepada putra tercinta
Anda yang mengelola semua urusan internal disini". Sushima melangkah di koridor
istana, dia membatin, "Malam ini akan menjadi malam terakhirmu, Ashoka!". Di
koridor yang lain, Ashoka juga berpikir, "Aku meyakinkanmu bahwa kau hanya akan
mati dengan tanganku!".