Sinopsis Ashoka Samrat Episode 346 bag 2 by Kusuma
Rasmana. Di Rajagira, di teras rumahnya, Ashoka berdiri mondar-mandir
dengan gelisah. Dharma berdiri dengan perasaan sedih di belakangnya. Dharma
berkata, "Aku juga sedih dengan kematian Bhupal. Aku juga merasa sedih dan
berduka atas kehilangan yang dialami Bibi Shanti, tapi niatmu untuk pergi ke
Nalanda tidak benar! Aku takut dengan perilaku agresifmu. Jangan harap aku
mengizinkanmu berpartisipasi dalam pertarungan kompetisi gulat itu sampai Kau
belajar menguasai dan mengendalikan kemarahanmu. Aku tidak bisa membiarkan
amarahmu keluar lagi setelah berhasil aku kendalikan selama bertahun-tahun
dengan banyak kesulitan"
Ashoka beralasan, "Jika aku tidak pergi maka Hari akan pergi ke kompetisi itu. Bibi Shanti akan kehilangan anaknya yang lain juga. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Tidak akan pernah!". Ashoka melangkah keluar rumahnya, Dharma merasa resah dengan kelakuan Ashoka yang keras kepala.
Di penginapannya, Kaurwaki sedang berhias cantik sekali, dia
memakai perhiasannya satu persatu dan memutar-mutar badannya, memantaskan diri
didepan cermin. Bela yang datang berkata, "Anda sudah bersiap-siap sejak
pagi..", Bela sengaja menatapnya. Kaurwaki bertanya, "Kenapa? Apakah ada yang
kurang?". Bela tersenyum menggoda Kaurwaki akan kecantikannya yang gemilang.
"Pangeran Ashoka tidak akan bisa berpaling dari wajah Anda. Dia tidak akan
peduli tentang gaun Anda atau perhiasan yang Anda kenakan", goda
Bela.
Kaurwaki tersenyum berbunga-bunga membayangkan pertemuannya dengan pangeran pujaan yang lama dinantikannya.
Bela meminta Kaurwaki agar bergegas, "Bagaimana jika pangeran Anda sedang ke tempat lain sebelum Anda sampai disana?".
Kaurwaki bergegas akan pergi namun Bela memegang tangannya untuk menghentikannya. Bela menempatkan Kalatika, (semacam ramuan penangkal hal jahat dan pandangan buruk yang biasanya dibelakang telinga sebelum bepergian) di belakang telinga Kaurwaki. Kaurwaki berterima kasih dan meminta dia untuk berdoa bagi dirinya. "Akhirnya aku dapat bertemu Ashoka hari ini", kata Kaurwaki memegang tangan Bela. Kaurwaki segera pergi, tinggal Bela yang berdoa kepada Tuhan demi tuan putri junjungannya itu.
Di Nalanda, dalam ruangan yang merupakan bagian dari bangunan
tempat arena pertarungan gulat. Sushima sedang memukulkan tinjunya pada sebuah
papan tebal yang mungkin merupakan sasaran latihan kekuatan tinjunya.
Disampingnya berdiri Mahamatya yang berbicara tentang keberadaan Ashoka yang
belum ada titik terang.
Mahamatya bertanya, "Bagaimana jika dia tidak akan datang di hadapan kita? Dia seharusnya sudah datang sekarang. Aku sudah mengawasi semua peserta yang ikut kompetisi. Namun tidak seorang pun yang kenal atau ada yang dekat dengannya. Apakah dia benar-benar sudah berubah menjadi tikus dengan melarikan diri bertahun-tahun? Atau ia mungkin sudah mengetahui tentang kekuatanmu dan sudah menyerah pada keputusan membalas dendam?"
Mahamatya bertanya, "Bagaimana jika dia tidak akan datang di hadapan kita? Dia seharusnya sudah datang sekarang. Aku sudah mengawasi semua peserta yang ikut kompetisi. Namun tidak seorang pun yang kenal atau ada yang dekat dengannya. Apakah dia benar-benar sudah berubah menjadi tikus dengan melarikan diri bertahun-tahun? Atau ia mungkin sudah mengetahui tentang kekuatanmu dan sudah menyerah pada keputusan membalas dendam?"
Sambil tetap menghantamkan tinjunya ke papan sasaran, Sushima menjawab, "Orang yang berpikir dari lubuk hati mengubah keputusan mereka sesuai situasi. Ashoka berpikir dari hati. Aku yakin dia akan datang kali ini untuk mati di tanganku!". Kembali dia melayangkan tinjunya dengan marah, hingga sebuah celah muncul di papan tebal itu. Mahamatya terlihat takut dan ngeri melihat seberapa kekuatan pangeran itu hingga sanggup melubangi papan yang cukup tebal.
Di Rajagira, di arena tarung gulat, Ashoka menemui Hari yang
masih sedih akan kematian kakaknya. Ashoka mengutarakan niatnya ingin pergi ke
Nalanda untuk ikut kompetisi dan membalaskan dendam kematian Bhupal. Hari
menolak membiarkan Ashoka pergi ke sana. "Sushima adalah pelakunya. Dia telah
membunuh kakakku!", Hari berkata sedih dan marah, "Hanya aku yang memiliki hak
untuk membalaskan dendamnya. Aku mungkin akan mati tapi aku tidak akan
menyerah".
Ashoka memintanya untuk tidak hanya menuruti hasratnya yang emosional. Ashoka mendekati Hari dengan penuh simpati, memegang bahunya dan berkata, "Bagaimana jika sesuatu terjadi padamu? Pikirkanlah tentang ibumu"
Hari berkata bahwa ibunya tidak lemah, "Dia telah kehilangan suami dan putranya di sini. Ini adalah masalah Rajagira dan kebanggaannya".
Ashoka memahami tentang perasaan dan emosi Hari yang kehilangan saudara, dia berusaha memberi pengertian. "Tapi ketahuilah bahwa tidak ada yang dapat menandingi kemampuan Sushima", kata Ashoka.
Hari bertanya, "Bagaimana denganmu? Apakah kau akan mampu melakukannya?. Tidak ada yang bisa melakukannya bahkan setelah berlatih selama bertahun-tahun. Apakah kamu sanggup?"
Ashoka hanya diam
mendengar pertanyaan Hari, mata Ashoka melirik gada pusaka yang disebut Mugdar
yang tertancap tidak jauh dari arena itu. Ashoka teringat ucapan Bibi Shanti
kepada Witashoka tentang kekuatan Mugdar yang sejak tertancap belum ada yang
sanggup menariknya dari dalam bumi.
Ashoka melangkah pelan namun mantap ke arah Mugdar yang sebagian ujungnya menancap di dalam tanah itu. Hari dan beberapa orang yang ada disitu heran melihatnya. Ashoka berdiri didepan Mugdar, dia berguman seakan berkata kepada almarhum ayah Bhupal. "Aku minta maaf karena harus mencabut Mugdarmu. Aku harus menampilkan kekuatanku untuk menyelamatkan anakmu", guman Ashoka. Ashoka mulai memegang gagang Mugdar, dia mengerahkan kekuatan tenaganya untuk menarik Mugdar dari tanah. Mugdar berhasil dicabut dari dalam bumi dan dan Asgoka mengayunkan Mugdar itu diatas kepalanya. Semua orang melihat heran dan kagum dengan kekuatan Ashoka. Ashoka lalu menancapkan Mugdar itu kembali di tanah disamping tempat Mugdar menancap sebelumnya. Semua orang berkumpul di sekeliling Ashoka yang masih berjongkok kelelahan.
"Bahkan kini Mudgdar menancap lebih dalam dari sebelumnya", kata salah satu dari mereka.
Mereka semua berlutut di hadapannya dan mencakupkan tangan kepada Ashoka sebagai rasa kagum, hormat dan terima kasih.
Bibi Shanti datang di sana juga, dia melihat Ashoka dengan kagum. "Dewa mungkin bisa marah kepada kami orang miskin tapi Dia tidak akan meninggalkan kita. Aku yakin kau akan membalas dendam atas kematian anakku. Kau akan mendapatkan keadilan baginya!", kata Bibi Shanti.
"Itu pasti", kata Dharma yang datang juga ke tempat itu bersama Witashoka. Mereka mendekati Bibi Shanti. "Bukan putramu, Hari, tapi anakku Chanda yang akan pergi dalam kompetisi sekarang", kata Dharma lagi.
Ashoka merasa gembira mendengar ucapan ibunya. "Ibu telah mengizinkanku untuk pergi? Ibu telah mengizinkanku untuk membalas dendam atas kematian Bhupal?", tanya Ashoka seakan tidak percaya. Dharma mengangguk tegas, "Benar, putraku, Ibu sudah mengijinkannya".
Ashoka melangkah dan memeluk ibunya, perasaannya sungguh bahagia. Ashoka berpikir, "Aku benar-benar bahagia. Ibu telah mengakhiri penebusan dosa selama 10 tahun sekarang dengan mengijinkanku pergi ke sana". Bibi Shanti, Hari dan orang-orang disana semuanya bahagia atas ucapan Dharma itu.
CUPLIKAN : Ashoka mengambil kain yang ada bekas alas kaki. Kain
itu mengingatkannya saat ibunya diusir dari istana Pattaliputra, Ashoka menjadi
marah. "Aku akan membawanya bersamaku hari ini", gumannya.
Di arena kompetisi di Nalanda, Sushima membunuh beberapa petarung yang menjadi lawannya.
Witashoka menuntut untuk mengetahui kebenaran dari ibunya. "Ini adalah saat yang tepat, aku harus mengetahui kebenaran. Siapa Bindushara dan siapa Sushima? Apa hubungan mereka dengan Bhaiya?", tanya Witashoka. Dharma kaget mendengar pertanyaan itu.
Di arena kompetisi di Nalanda, Sushima membunuh beberapa petarung yang menjadi lawannya.
Witashoka menuntut untuk mengetahui kebenaran dari ibunya. "Ini adalah saat yang tepat, aku harus mengetahui kebenaran. Siapa Bindushara dan siapa Sushima? Apa hubungan mereka dengan Bhaiya?", tanya Witashoka. Dharma kaget mendengar pertanyaan itu.