Sinopsis Ashoka Samrat episode 288 bag 2 by Kusuma
Rasmana. Di ruangan pribadi ratu, Ashoka berkata kepada ibunya, "aku
melakukan ini bukan untuk alasan pribadi, Ibu". Dharma sudah mengerti niat
Ashoka, namun dia berkilah, "tapi orang-orang yang hadir disana akan berpikir
menentangmu. Mereka akan menyebutmu sebagai orang oportunis". Ashoka menjawab,
"Aku tidak keberatan atas anggapan orang-orang itu bagi diriku, ibu". Namun
Dharma beralasan, "ayahmu yang mestinya kau pikirkan, Nak".
"Ayah? kenapa
dengan ayah?", tanya Ashoka.
"Ayahmu merasa terganggu dengan permintaanmu, namun dia tidak mungkin menolakmu", kata Dharma, "ayahmu sangat sayang kepadamu, namun kau harus memikirkan lebih jauh sebelum mengajukan permintaan semacam itu. Tempat dan waktunya belum tepat".
Dharma pergi meninggalkan Ashoka yang larut memikirkan kata-kata ibunya barusan.
"Ayahmu merasa terganggu dengan permintaanmu, namun dia tidak mungkin menolakmu", kata Dharma, "ayahmu sangat sayang kepadamu, namun kau harus memikirkan lebih jauh sebelum mengajukan permintaan semacam itu. Tempat dan waktunya belum tepat".
Dharma pergi meninggalkan Ashoka yang larut memikirkan kata-kata ibunya barusan.
Di ruangan lain, Siamak berkata kepada diri sendiri dengan
marah, namun Helena datang memperingatkan dia agar jangan melakukan hal yang
bodoh. Namun Siamak menyatakan kemarahan atas keputusan Samrat. "Permintaan
Ashoka menjadi yuwaraja dan samrat menerimanya akan menjadi sebab bencana yang
segera terjadi. Pasukan Yunani segera akan menyerbu Magadha. Kecuali kita
berdua, tak seorang pun anggota kerajaan ini akan dibiarkan hidup. Kau tidak
perlu menjadi Yuwaraja (putra mahkota) namun langsung menjadi Samrat", kata
Helena menenangkan Siamak yang kemarahan segera berganti menjadi senyuman.
Di ruangan pribadi raja, Dharma bertanya kepada Bindushara
tentang tanggapan samrat atas permintaan Ashoka. Bindushara menjawab, "aku
memang menginginkan Ashoka menjadi Yuwaraja. Dia telah mengejutkan aku dengan
mengajukan permintaan itu sendiri. Ini menunjukkan bahwa dia merasa yakin layak
memegang tanggungjawab itu. Aku senang telah memutuskan itu". Bindushara minta
waktu untuk menyendiri di ruangan itu. Rani Dharma segera pergi meninggalkan
Bindushara.
Dharma keluar dari ruangan samrat, Helena menatapnya dengan
tidak senang dan langsung menuju ruangan pribadi samrat. Dharma yang sedang
melangkah melihat Rani Charumitra berlari dengan raut kebingungan menuju kamar
Sushima. Dharma yang ingin tahu segera mengikutinya. Di kamar itu, Charumitra
sedih melihat keadaan putranya. "Apa yang kau lakukan, putraku?", tanyanya
memegang lengan Sushima yang tubuhnya luka-luka bekas cambukan. Sushima tidak
peduli ibunya, dia malah terus meminta pelayan lelaki itu mencambuknya. "Tidak,
Sushima!", Charumintra memeluk Sushima, sementara ayunan cambuk itu terus
dilakukan oleh pelayan. Charumitra mencoba menghentikan, namun Sushima malah
mendorongnya hingga jatuh. "Apa yang kau lakukan sekarang? Dia telah merampas
semua hakku dari tanganku dan kau hanya diam!", kata Sushima menuding ibunya.
Sekali lagi dia marah dan minta cambukan agar diteruskan. Charumitra meminta
Sushima agar jangan melakukan ini kepadanya. Namun Sushima menolak untuk
berhenti, "aku akan menghancurkan tubuhku ini tapi tidak akan menunduk didepan
Dassiputra (anak pelayan, Ashoka) itu!". Charumitra menangis, Dharma yang sampai
ke ruangan itu terkejut atas apa yang dilihatnya.
Di ruangan pribadi samrat, Helena menceritakan tentang surat
dari ayahnya yang mengabarkan sakit. Bindushara minta agar Helena pergi
menjenguk bila Nana ji (Seulukos Nikator) memang sakit. "Tapi ibu sangat
dibutuhkan besok saat acara Rajya-Abhiseka bagi Ashoka diselenggarakan. Aku
minta dengan hormat agar ibu tetap tinggal sejenak untuk memberkati Ashoka",
kata Samrat. Helena menyetujui permintaan itu, "tapi..".
"Tapi apa, ibu?", tanya Samrat.
"Tapi aku tidak menyukai permintaan Ashoka menjadi yuwaraja dengan cara seperti itu. Dia telah berubah banyak sejak pulang dari Takhsashila. Apaka anda juga mengira seperti itu?", tanya Helena. Samrat menyangkal itu, "tapi perubahan harus terjadi setelah apa yang dilaluinya saat menuju Takhsashila. Ini adalah bentuk kepercayaan dirinya, bukan karena arogansinya", kata Samrat. Helena berharap keyakinan samrat kepada Ashoka benar. "Bagaimana seorang ibu yang telah dibohongi oleh putranya percaya kepada orang lain? Tapi harapan besar Magadha atas tahta dapat mengubah pandangan orang-orang dan apa yang terjadi setelah itu", kata Helena. Perhatian Samrat tersita saat telinganya mendengar keributan, dia segera keluar ruangan diikuti oleh ibu suri Helena.
"Tapi apa, ibu?", tanya Samrat.
"Tapi aku tidak menyukai permintaan Ashoka menjadi yuwaraja dengan cara seperti itu. Dia telah berubah banyak sejak pulang dari Takhsashila. Apaka anda juga mengira seperti itu?", tanya Helena. Samrat menyangkal itu, "tapi perubahan harus terjadi setelah apa yang dilaluinya saat menuju Takhsashila. Ini adalah bentuk kepercayaan dirinya, bukan karena arogansinya", kata Samrat. Helena berharap keyakinan samrat kepada Ashoka benar. "Bagaimana seorang ibu yang telah dibohongi oleh putranya percaya kepada orang lain? Tapi harapan besar Magadha atas tahta dapat mengubah pandangan orang-orang dan apa yang terjadi setelah itu", kata Helena. Perhatian Samrat tersita saat telinganya mendengar keributan, dia segera keluar ruangan diikuti oleh ibu suri Helena.
Di kamar Sushima, Charumitra dengan marah mengusir Dharma dari
ruangan itu. "Sejak kalian datang ke sini segalanya berantakan!". Dharma pun
dengan sedih segera pergi dari ruangan itu, sementara Charumitra terus memohon
agar Sushima berhenti, namun pelayan itu terus memukulkan cambuknya ke tubuh
Sushima. Samrat Bindushara datang ke ruangan itu, pelayan yang mencambuk Sushima
segera pergi setelah Samrat menyuruhnya. Helena, Rani Subhrasi, Khalatak, dan
Radhagupta ikut menyusul ke ruangan itu.
Samrat berdiri didepan Sushima bertanya apa yang sedang dilakukan. Sushima yang sedang berdiri lemas dan terhuyung-huyung menjawab pertanyaan ayahnya.
"Aku hanya mencoba menyakiti badanku separah mungkin karena aku tidak bisa menanggung rasa sakit dihatiku. Rasa sakit yang ayah berikan tidak bisa kutanggung lagi. Aku harus hidup dengan rasa malu ini hingga nafas hidupku berhenti berhembus. Ayah sudah mengumumkan aku sebagai Yuwaraja (putra mahkota) lalu ayah mengubah keputusan itu. Orang-orang akan mengolok-olokku. Tak seorang pun menganggap aku penting atau menghormatiku. Ini semua karena ayah! Ayah telah merampas segalanya dari aku dalam sekejap. Mengapa ayah melakukan ini? Mengapa ayah tidak bisa menyayangi aku seperti menyayangi Ashoka?", tanya Sushima dengan nada gugatan.
Bindushara menjawab," Kalian berdua adalah putra ayah yang sama pentingnya".
Namun Sushima menolak menerima kata-kata ayahnya. "Aku putra tertuamu, aku bersama ayah lebih lama daripada Ashoka. Tidakkah ayah pernah memikirkan itu?", tanya Sushima, namun sejenak kemudian Sushima yang sudah lemas itu pun jatuh tidak sadarkan diri. Charumitra menangis melihat keadaan putranya. "Bangunlah putraku!", isaknya. Dia menyalahkan Dharma dan Ashoka atas kejadian ini. "Mereka berdua tidak akan tenang bila terjadi sesuatu dengan putraku. Ini adalah kutukan dari seorang ibu", kata Charumitra dengan wajah marah menatap Bindushara.
Samrat berdiri didepan Sushima bertanya apa yang sedang dilakukan. Sushima yang sedang berdiri lemas dan terhuyung-huyung menjawab pertanyaan ayahnya.
"Aku hanya mencoba menyakiti badanku separah mungkin karena aku tidak bisa menanggung rasa sakit dihatiku. Rasa sakit yang ayah berikan tidak bisa kutanggung lagi. Aku harus hidup dengan rasa malu ini hingga nafas hidupku berhenti berhembus. Ayah sudah mengumumkan aku sebagai Yuwaraja (putra mahkota) lalu ayah mengubah keputusan itu. Orang-orang akan mengolok-olokku. Tak seorang pun menganggap aku penting atau menghormatiku. Ini semua karena ayah! Ayah telah merampas segalanya dari aku dalam sekejap. Mengapa ayah melakukan ini? Mengapa ayah tidak bisa menyayangi aku seperti menyayangi Ashoka?", tanya Sushima dengan nada gugatan.
Bindushara menjawab," Kalian berdua adalah putra ayah yang sama pentingnya".
Namun Sushima menolak menerima kata-kata ayahnya. "Aku putra tertuamu, aku bersama ayah lebih lama daripada Ashoka. Tidakkah ayah pernah memikirkan itu?", tanya Sushima, namun sejenak kemudian Sushima yang sudah lemas itu pun jatuh tidak sadarkan diri. Charumitra menangis melihat keadaan putranya. "Bangunlah putraku!", isaknya. Dia menyalahkan Dharma dan Ashoka atas kejadian ini. "Mereka berdua tidak akan tenang bila terjadi sesuatu dengan putraku. Ini adalah kutukan dari seorang ibu", kata Charumitra dengan wajah marah menatap Bindushara.
Mahamatya Khalatak menyarankan Samrat agar menunda acara
abisheka bagi Ashoka hingga Sushima bisa pulih kembali. Namun Radhagupta
menyangkal,"tidak, Mahamatya. Bila penundaan dilakukan lagi, akan memunculkan
pertanyaan tentang keputusan Samrat. Para musuh akan memanfaatkan itu dan warga
kerajaan akan bingung".
Radhagupta berkata kepada Samrat, "Aku mengerti dilema Anda, karena kedua pangeran adalah putra anda juga. Bila Yang Mulia Maharaja Chandragupta dulu hanya menuruti kemauannya sendiri, maka beliau akan mengumumkan Pangeran Justin sebagai pewaris. Namun beliau melakukan hal yang benar".
Bindushara yang hanya diam mendengarkan pendapat Radhagupta. Namun ia segera berkata, "acara abhisheka Ashoka tetap dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah diputuskan".
Samrat segera keluar dari ruangan itu yang segera diikuti oleh Subhrasi, Khalatak dan Radhagupta. Yang tinggal Helena dan Charumitra yang melampiaskan kekesalan mereka dan rencana bahaya yang segera terjadi kepada Dharma dan Dharmaputra Ashoka.
Radhagupta berkata kepada Samrat, "Aku mengerti dilema Anda, karena kedua pangeran adalah putra anda juga. Bila Yang Mulia Maharaja Chandragupta dulu hanya menuruti kemauannya sendiri, maka beliau akan mengumumkan Pangeran Justin sebagai pewaris. Namun beliau melakukan hal yang benar".
Bindushara yang hanya diam mendengarkan pendapat Radhagupta. Namun ia segera berkata, "acara abhisheka Ashoka tetap dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah diputuskan".
Samrat segera keluar dari ruangan itu yang segera diikuti oleh Subhrasi, Khalatak dan Radhagupta. Yang tinggal Helena dan Charumitra yang melampiaskan kekesalan mereka dan rencana bahaya yang segera terjadi kepada Dharma dan Dharmaputra Ashoka.
CUPLIKAN : Ini adalah hari abhisheka (penobatan) Ashoka sebagai
Yuwaraja (Putra Mahkota). Sushima tersadar dari pingsannya namun terkejut
mendengar deru suara trompet yang bersahutan dari ruang acara abhisheka. Dia
berteriak menutupi kedua telinganya, "lakukan sesuatu, Ibu!", katanya. Di ruang
acara abhisheka, Bindushara menampar wajah Ashoka berkali-kali.