Sinopsis Ashoka Samrate pisode 328 by Kusuma
Rasmana. Disuatu tempat diluar istana Pattaliputra, sedang berlangsung
pertemuan Sushima, Charumitra, Khalatak dengan seorang pembunuh bernama Yama.
Sushima minta kepada Yama agar segera membunuh Ashoka begitu keluar dari kota
Pattaliputra. Yama menyanggupi dan memastikan sebelum mentari terbenam Ashoka
sudah mati. Yama sang pembunuh pun segera pergi. "Akhanda Bharata (persatuan
India) yang diimpikan Ashoka akan khanda-khanda (berantakan, hancur) hari ini!",
kata Sushima.
Di ruang pribadi Samrat Bindushara, sambil memangku bayinya
Dharma bertanya kesal karena Bindushara minta dia memilih putra (Ashoka) atau
dia sebagai suami. "Bagaimana aku harus memilih satu diantara kedua bola mataku?
Mohon anda tidak memberiku pilihan sulit ini. Kalian berdua sama penting
bagiku", kata Dharma.
Bindushara menjawab ketus, "Keputusanmu juga penting sekarang,
dan pilihan itu ditanganmu. Aku sudah menegaskan bahwa keputusan akhirnya hanya
ada padamu. Jika kau memilih pergi keluar istana ini, maka ingatlah bahwa aku
tidak lagi memiliki hubungan apapun denganmu dan juga bayi ini! Aku sebelumnya
juga pernah hidup tanpamu". Dharma kaget mendengar kata-kata Samrat namun Samrat
malah melangkah keluar ruangan itu dengan marah.
Sementara itu Ashoka dalam perjalanannya yang sudah keluar dari
Pattaliputra, merasa lelah dan sedang ada di dekat sebuah sumur. Seorang
perempuan remaja yang didekat situ menyapa Ashoka dengan ramah. "Anda sering
berbuat baik dan membantuku", kata perempuan itu. Ashoka hanya bengong
mendengarnya sambil mengingat-ingat saat dia pernah membantu perempuan remaja
itu. Perempuan itu bermaksud akan memberinya air ketika terdengar sebuah
pengumuman yang diperdengarkan oleh seorang laki-laki pembawa berita
istana.
"Pengumuman! Pengumuman!", teriak lelaki itu sambil memainkan tamburnya, membuat beberapa warga yang didekat situ pun mendekat.
"Pangeran Ashoka telah diusir dari seluruh wilayah kerajaan. Siapapun yang membantunya akan dianggap pengkhianat dan akan menerima hukuman!", kata lelaki pembawa berita. Beberapa warga yang disitu kaget mendengar pengumuman itu, termasuk perempuan yang menyapa Ashoka. Ashoka dengan marah menyambar pot air dari perempuan itu dan melemparkan kepada si pembawa berita dan akibatnya lelaki itu roboh tak sadarkan diri. Ashoka yang kesal segera pergi dari tempat itu.
Di hutan kecil dekat perbatasan kota, Kaurwaki yang dalam
perjalanan tergesa-gesa segera berhenti saat melihat seorang lelaki sedang
beristirahat dibawah pohon. Kaurwaki bertanya, "Berapa jauh lagi Pattaliputra,
Tuan?"
"Dari sini sudah sangat dekat, Nak", kata lelaki itu sambil menunjukkan jalan menuju Pattaliputra kepada Kaurwaki.
Mendengar jawaban itu, Kaurwaki malah berharap untuk segera kembali pulang ke istana sehingga ayahnya tidak menyadari ketidakhadirannya di istana saat ini.
Sementara itu, di istana Kalingga, Rani Kalingga yang juga ibu
Kaurwaki memarahi pelayan karena telah membiarkan Kaurwaki pergi ke wilayah
Magadha yang merupakan musuh Kalingga. "Ini benar-benar masalah besar bagi
seorang putri! Apa yang akan aku katakan kepada Maharaja kalau dia tahu?", tanya
Rani Kalingga menyalahkan pelayan. Namun Rani Kalingga terkejut karena melihat
Maharaja Jagannatha sudah ada di situ, dan menatapnya dengan pandangan tajam.
Yama, sang pembunuh, datang ke desa dengan pedang terhunus
sambil berteriak-teriak menanyakan keberadaan Ashoka. Dia juga bertanya kepada
perempuan remaja yang sebelumnya bertemu Ashoka. Perempuan itu lalu menunjukkan
arah kepergian Ashoka kepada Yama, namun arah yang ditunjukkan sebenarnya arah
yang salah. Yama yang percaya keterangan arah itu segera pergi dari tempat itu.
Di lingkungan istana Pattaliputra, Dharma sedang berada di kuil
Shiwa. "Mengapa tidak ada yang menyadari bahwa Ashoka melakukan semua ini untuk
menyelamatkan orang yang disayangi? Dia mengetahui dengan jelas racun fitnah ini
bisa mengakhiri semuanya. Dia bisa saja mengatakan kebenaran tapi itu tidak
dilakukannya karena ia tidak ingin menyakiti hati ayahnya. Dan sekarang ayahnya
malah memintaku memilih antara dia dan putraku. Mengapa, Tuhan..., Mengapa?
Mengapa ini harus terjadi kepada orang yang senantiasa berada dijalan yang
benar?", kata Dharma didepan Lingga Shiwa.
Ashoka baru saja melewati hutan kecil dan sekarang dia melewati
hutan yang tandus, dia merasa kehausan. Beberapa saat kemudian dia bertemu pria
yang duduk dibawah pohon yang sebelumnya bertemu dengan Kaurwaki.
Ashoka bertanya, "Apa tuan punya air?".
Pria itu menggeleng dan mengatakan tidak punya air lagi tapi ia menunjukkan arah ke sungai terdekat kepada Ashoka. Ashoka segera melanjutkan perjalanan lagi.
Ashoka bertanya, "Apa tuan punya air?".
Pria itu menggeleng dan mengatakan tidak punya air lagi tapi ia menunjukkan arah ke sungai terdekat kepada Ashoka. Ashoka segera melanjutkan perjalanan lagi.
Di kuil Shiwa, Dharma berkata sedih didepan Lingga Shiwa.
"Tidak ada yang percaya padaku karena situasi ini. Semua orang menuduh dan
menyalahkan anakku yang membuatnya ia sangat marah. Aku tidak bisa melihat dia
berubah menjadi kejam! Aku tidak akan membiarkannya berubah menjadi sesuatu yang
bukan takdirnya. Aku harus bersamanya. Aku harus menghentikan Ashoka dari sisi
hewani yang ada di dalam dirinya. Bagaimana aku melakukannya? Aku tidak bisa
memisahkan satu anak dari ayahnya", kata Dharma sambil memandang bayinya.
"Adalah haknya menyelamatkan anak lain. Mohon bantulah aku, Tuhan, dan bimbing
hamba-Mu" Dharma teringat tentang lakon kisah Mahadewa yang pernah dimainkan
Ashoka di ruang sidang istana beberapa waktu lalu, wajahnya pun berubah
semangat. "Aku telah mendapatkan jawabanku, Mahadewa!", kata Dharma menunduk
dengan bahagia.
Yama, sang pembunuh yang sedang berlari menyusuri hutan,
menyadari bahwa anak perempuan itu telah menunjukkan arah yang salah dan
menyesatkan dia. "Tapi tidak berarti kau akan kubiarkan hidup, Ashoka! Kau akan
mati dengan tanganku sendiri hari ini!", teriak Yama kesal.
Di istana Pattaliputra, Bindushara berkata Dharma, "Ini adalah
keputusan terakhirmu". Dharma menjawab, "Perempuan yang sudah menikah tidak bisa
meninggalkan suaminya begitu saja dan akan bahagia. Tetapi bahkan Ibu Parwati
yang seorang Dewi bisa menjadi marah kepada suaminya sendiri (Mahadewa) demi
putra-Nya, Ganesha, bagaimana aku yang hanya seorang manusia" Bindushara
membenarkan sudut pandang Dewi Parwati. "Itulah lambang pengetahuan. Aku tidak
bisa memaafkan tindakan anakku. Lalu bagaimana aku ikut bersalah?", tanyanya.
Dharma berkata,"Dewa dan manusia itu berbeda. Dewa Shiwa bersifat Trikala-darshi
(Maha mengetahui ketiga waktu, yaitu masa lalu, masa kini dan masa depan),
sementara Anda tidak tahu apa-apa sama sekali". Bindushara menjawab marah, "Apa
yang tidak aku lihat? Aku melakukan hal yang benar. Kau seharusnya mendukungku.
Inilah akibatnya kau memanjakan Ashoka dan dia berubah menjadi candha (kejam)
seperti ini karena kasih sayangmu"