Sinopsis Ashoka Samrat episode 331 by Kusuma
Rasmana. Masih di pasar yang sama, dimana Ashoka yang marah baru saja
mencegah seorang pemuda dari tindakannya yang akan membakar bendera kerajaan.
Dia juga berbicara memberi pengertian mengapa ia melarang tindakan
tersebut.
Pemuda yang hendak membakar bendera merasa bersalah dan meminta maaf kepada Ashoka. "Aku akan selalu menghargai bendera dan rajya kita sekarang. Aku akan selalu mengingat itu", kata pemuda itu sambil memegang lehernya yang sakit setelah roboh karena tendangan Ashoka.
Ashoka mendekat dan membenarkan leher pemuda itu yang terkilir, pemuda itu pun merasa lega, karena lehernya tidak sakit lagi. Ashoka lalu pergi dari tempat itu diiringi tatapan para pemuda. Terdengar lagu Ashoka Hai Ashoka versi baru dilatar belakang dalam adegan langkahnya.
Pemuda yang hendak membakar bendera merasa bersalah dan meminta maaf kepada Ashoka. "Aku akan selalu menghargai bendera dan rajya kita sekarang. Aku akan selalu mengingat itu", kata pemuda itu sambil memegang lehernya yang sakit setelah roboh karena tendangan Ashoka.
Ashoka mendekat dan membenarkan leher pemuda itu yang terkilir, pemuda itu pun merasa lega, karena lehernya tidak sakit lagi. Ashoka lalu pergi dari tempat itu diiringi tatapan para pemuda. Terdengar lagu Ashoka Hai Ashoka versi baru dilatar belakang dalam adegan langkahnya.
Para pemuda mengagumi tindakan Ashoka dan menyebutnya sebagai pemberontak sejati. "Namanya Chanda dan tindakannya benar-benar membenarkan hal itu. Dia memang seorang pemberontak!", kata salah seorang pemuda sambil menatap Ashoka yang berjalan menjauh.
Sementara seorang berpakaian putih yang wajahnya tersembunyi oleh beberapa anyaman keranjang rotan yang digantung, terus memata-matai Ashoka yang melangkah pergi. Dengan tongkat ditangan dan pakaian serba putih menandakan dia seorang Acharya.
"Acharya Chanakya benar! Kau dilahirkan untuk berkuasa dan memenuhi mimpinya. Semuanya telah berubah dalam 10 tahun ini termasuk dirimu, tapi cintamu kepada ibu pertiwi masih sama. Ini waktunya bagimu untuk pulang ke rumah, Ashoka!", guman Acharya itu lalu beranjak pergi.
Di sebuah rumah besar, di kota Awantipuram, wilayah Ujjaini,
seorang gadis sedang mencoba menangkap seekor tikus yang menganggu dikamarnya.
Gadis itu dengan peralatannya mencoba menangkap tikus-tikus yang berlari
kesana-kemari, dari tempat tidur hingga keluar kamar hingga barang-barang yang
ada diruangan itu berantakan karena tindakan gadis itu. Ayah gadis itu yang
sedang diluar kamar heran dengan putrinya yang berlari sambil membawa peralatan
mengejar tikus. Ayah gadis itu adalah Seth Dhaniram sedangkan putrinya bernama
Devi. Devi berteriak saat seekor tikus memanjat ke bahu ayahnya dan berdecit
seperti mengejeknya.
Devi meminta ayahnya untuk berhenti bergerak, "Apakah dia (tikus) sudah membayar uang sewa?", tanyanya.
Dhaniram menjawab, "Baik, Aku akan menagihnya"
Devi mengomel, "Dasar tikus jahat! Bagaimana kau bisa tinggal di sini tanpa membayar uang sewa!"
Devi menatap tikus yang lari itu tanpa berbuat apapun lagi.
Dhaniram baru menyadari bahwa putrinya berbicara tentang tikus.
"Aku pikir kau berbicara mengenai Chanda itu", kata Dhaniram.
Devi menanggapi perkataan ayahnya namun sambil menuju kamarnya. Dia membereskan barang-barangnya yang berantakan setelah aksinya mengejar tikus. Ayahnya hanya mengikuti langkah putrinya tanpa ikut membantu. "Apa aku tidak punya pekerjaan lain? Aku akan mengejarnya dengan cara yang sama suatu hari. Mereka tidak membayar sewa, kan? Bagaimana usaha ini akan berjalan? Ayah menyia-nyiakan banyak uang! Ayah sering mengomel sepanjang jalan untuk menagih bayaran tapi ayah selalu bersikap sangat toleran kepada mereka", kata Devi.
Dhaniram menenangkan Devi yang menggugatnya. "Ibu Chanda adalah wanita yang sangat baik. Aku tidak bisa mengabaikan kata-katanya ketika dia bilang belum bisa memberikan uang sewa", kata Dhaniram.
Devi berkata, "Yang pasti itu, setiap air mata wanita membuat ayah meleleh. Tapi aku akan menunjukkan ekspresi marahku kepada Chanda saat meminta uang sewa. Kita akan mendapatkannya hari itu bagaimanapun caranya!". Devi memainkan alat penangkap tikus yang ujungnya bergigi tajam.
Beberapa tuan tanah dan mandor pekerja datang ke rumah besar
yang ditempati Ashoka, adik dan ibunya. Salah satunya adalah mandor Ashoka yang
lengan kanannya dibalut perban. Mereka berteriak-teriak memanggil Chanda.
Dhaniram dan Devi keluar dari kamarnya dan melihat kejadian itu dari balkon
lantai atas. Adik Ashoka yang sedang bermain di halaman segera bersembunyi
dibalik pilar, sementara ibunya, Dharma segera keluar menemui para tuan tanah
dan mandor itu.
"Chanda tidak ada dirumah, apa ada pesan untuknya?", tanya Dharma setelah mengetahui maksud kedatangan orang-orang itu.
Mandor Ashoka yang bertubuh pendek menjawab, "Pesan?", sang mandor itu tertawa, namun meringis karena kesakitan pada lengan kanannya yang diperban, "Dia telah memukuli kami padahal kami sudah melakukan hal baik baginya". Dia terus mengoceh seperti bergumam pada dirinya sendiri. Sekali lagi mandor itu menyebut Chanda dengan mengeluh lalu pergi bersama teman-temannya.
"Chanda tidak ada dirumah, apa ada pesan untuknya?", tanya Dharma setelah mengetahui maksud kedatangan orang-orang itu.
Mandor Ashoka yang bertubuh pendek menjawab, "Pesan?", sang mandor itu tertawa, namun meringis karena kesakitan pada lengan kanannya yang diperban, "Dia telah memukuli kami padahal kami sudah melakukan hal baik baginya". Dia terus mengoceh seperti bergumam pada dirinya sendiri. Sekali lagi mandor itu menyebut Chanda dengan mengeluh lalu pergi bersama teman-temannya.
Dharma menatap kepergian orang-orang itu dan berpikir Ashoka pasti telah mengambil uang dari para pekerja.
"Hari ini aku akan melihatnya! Ya, Tuhan..., Anakku bukan Ashoka lagi, melainkan sudah menjadi Chanda (kejam)!", guman Dharma mengeluh. Dari lantai atas, Devi bingung mendengar gumanan itu. "Ashoka? Siapa Ashoka yang dibicarakan oleh bibi?", tanyanya berguman. Bibi yang dimaksud oleh Devi adalah Dharma.
Ashoka datang ke rumah itu, dia mengetuk pintu halaman luar
beberapa kali, namun tidak ada jawaban. "Mengapa pintunya dikunci?", teriak
Ashoka dari luar. Adik Ashoka yang bernama Witashoka itu bermaksud membukakan
pintu, namun ibunya memberi isyarat melarangnya. Witashoka akhirnya menjawab,
"Ini waktu yang salah, Kak".
Dharma berkata kepada putra bungsunya, "Beritahu kakakmu, pintu itu tidak akan pernah terbuka untuknya sekarang". Witashoka memberitahukan hal itu kepada kakaknya dan Ashoka yang mendengarnya setuju lalu pergi.
Dharma berkata kepada putra bungsunya, "Beritahu kakakmu, pintu itu tidak akan pernah terbuka untuknya sekarang". Witashoka memberitahukan hal itu kepada kakaknya dan Ashoka yang mendengarnya setuju lalu pergi.
Witashoka tampak khawatir, "Bu, kakak mau pergi kemana?". Namun Dharma tidak menjawab, dia malah hendak melangkah masuk ke dalam rumah. Sejenak kemudian Dharma kaget karena melalui lompatan tinggi melewati pagar dinding, Ashoka sudah muncul di halaman. Dharma hanya diam mematung melihat Ashoka ada disitu. Sementara tanpa disadari oleh Dharma, Devi dan Dhaniram terus melihat keluarga itu dari lantai atas.
Witashoka tersenyum bahagia, "Aku takut bahwa kakak mungkin pergi lagi ke suatu tempat dalam kemarahan".
Ashoka menjawab, "Itu tidak akan pernah terjadi!". Dia memberikan mainan gasing untuk adiknya yang membuatnya tambah bahagia.
Ashoka melirik wajah ibunya yang marah. "Ibu bilang pintu tidak akan terbuka untukku, jadi aku mematuhi dengan tidak masuk melalui pintu", kata Ashoka kepada adiknya.
Sang adik menjawab, "Guru (maksudnya kakak Ashoka) sering berkata, saat satu pintu tertutup, kita harus mencari yang lain. Dan kakak telah mempraktikkannya sangat baik!". Ashoka tersenyum mendengarnya, "Memang itulah yang diajarkan seorang guru", dia mengingat itu adalah kata-kata ibunya di masa lalu.
Dharma yang tidak mau berbicara dengan Ashoka meminta adiknya agar bertanya. "Wit, tanyakan kepada gurumu, apakah dia bahagia saat dia menyakiti orang-orang senasib demi alasannya sendiri", kata Dharma.
Ashoka kaget mendengar perkataan ibunya. "Bagaimana ibu tahu tentang itu?", tanya Ashoka kepada adiknya .Witashoka hanya menggeleng karena tidak tahu jawabannya.
Dharma beralasan tidak baik bagi mereka sekeluarga masuk ke sudut perhatian orang-orang sekitar.
Ashoka menjawab, "Kehidupan orang-orang yang dalam bahaya. Aku harus menyelamatkan mereka"
Dharma marah kepada Ashoka (sambil berkata kepada adik Ashoka) karena mengambil uang dari tenaga kerja. "Aku tidak tahu dia akan berubah menjadi penghancur (bhakshaka) dan bukan penyelamat (rakshaka) lagi suatu hari"